Upaya ini tidak banyak berhasil, menyoroti ketidaksetaraan gender dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga di China.
Kendati larangan pembekuan telur mungkin tampak bertentangan dengan dorongan pemerintah China untuk menaikkan tingkat kelahirannya, namun bagian lain dari keengganan pihak berwenang untuk mengizinkan prosedur bagi wanita lajang adalah bahwa mereka melihat pembekuan telur sebagai cara untuk menunda kehamilan daripada memfasilitasinya.
Sebuah pemberitahuan resmi tahun lalu dari Komisi Kesehatan Nasional China mencantumkan beberapa alasan medis dan etika mengapa larangan tersebut harus tetap ada. Termasuk bahwa hal itu dapat memberikan harapan palsu bagi perempuan untuk menunda rencana reproduksi mereka.
Tetapi para advokat telah berbicara mendukung pencabutan larangan tersebut sebagai masalah hak-hak perempuan, di tengah perdebatan yang lebih besar seputar kesetaraan gender yang tumbuh di China selama beberapa tahun terakhir. Yang lain mempertanyakan gagasan bahwa teknologi akan berdampak negatif pada tingkat kelahiran.
Dalam sebuah makalah Maret 2021, Huang Wenzheng, seorang peneliti senior yang berspesialisasi dalam studi demografi di lembaga think tank Center for China & Globalization, berpendapat bahwa mengizinkan pembekuan telur untuk wanita yang belum menikah yang berusia lebih dari 35 tahun dapat membantu meningkatkan populasi China.
"(Para wanita ini) mungkin kehilangan kesempatan untuk hamil tanpa akses ke teknologi ini," tulisnya.
(Susi Susanti)