Dua bulan kemudian direktur rumah sakit penjara Saratov dan wakilnya juga ditangkap. Mereka juga membantah terkait dengan berbagai pelecehan ini.
Presiden Rusia Vladimir Putin, mengganti pimpinan Layanan Penjara Nasional dan mengumumkan bahwa "langkah-langkah sistematis" diperlukan untuk membawa perubahan.
Rusia pada Juli lalu juga mengubah aturan yang berisi ancaman hukuman berat kepada orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan penyiksaan atau menggunakan kekerasan untuk mendapatkan bukti.
Namun para aktivis HAM menekankan bahwa saat ini belum ada ancaman hukuman bagi pelaku penyiksaan.
Ini bukan pertama kalinya Putin menjanjikan perubahan. Dia membuat janji serupa usai kebocoran mengejutkan pertama dari rekaman tersebut, pada 2018. Berbagai rekaman itu menunjukkan para sipir melakukan pemukulan massal di sebuah penjara di Yaroslavl, utara Moskow.
Sebelas pegawai penjara Yaroslavl dijatuhi hukuman ringan pada 2020. Sementara itu, dua pimpinan penjara itu dibebaskan.
Advokat Yulia Chvanova, yang kerap mewakili para korban penyiksaan, menyebut motif utama pelecehan terorganisir terhadap tahanan adalah untuk pengakuan.
Karena itu, menurut dia, pejabat yang bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan adalah pendorong utama terjadinya penyiksaan di berbagai penjara di Rusia.
"Pengakuan ditempatkan sebagai yang pertama dan terutama," ujarnya.
Chvanova menjelaskan pola umum penyiksaan terhadap para tahanan.
"Penyelidik memutuskan siapa yang akan diinterogasi, saksi mana dan investigasi apa yang akan dilakukan. Mereka kemudian menghubungi sipir penjara dengan instruksi, 'Saya butuh pengakuan dari individu tertentu',” jelasnya.
Saat ini, Chvanova tengah berusaha memenangkan kompensasi untuk Anton Romashov, 22, yang disiksa pada 2017. Dia menolak untuk mengakui kejahatan yang tidak dia lakukan.
Romashov ditangkap karena memiliki mariyuana, tapi polisi menekannya untuk mengakui bahwa dia menjual narkotik. Menjual narkotik adalah pelanggaran yang jauh lebih serius.