Pertempuran berlanjut minggu ini setelah berbulan-bulan tenang menyusul gencatan senjata yang disepakati pada Maret lalu antara pasukan Tigrayan dan pemerintah Ethiopia untuk mengizinkan bantuan masuk.
Ini bukan pertama kalinya Dr Tedros, mantan menteri kesehatan Ethiopia, berbicara tentang perang. Pada Rabu (24/8/2022) dia mengatakan situasinya lebih buruk daripada di Ukraina dan menyarankan bahwa rasisme berada di balik perbedaan dalam tanggapan global.
"Mungkin alasannya adalah warna kulit orang-orang di Tigray," katanya.
Pada 2020 dia membantah tuduhan seorang jenderal Ethiopia bahwa dia telah membantu pengadaan senjata untuk pemberontak Tigray. "Ada laporan yang menunjukkan saya memihak dalam situasi ini. Ini tidak benar," cuitnya saat itu.
Warga Tigray yang lainya juga memiliki kesulitan yang sama seperti Dr Tedros dalam menghubungi kerabat mereka.
Seorang ekonom dan peneliti yang tinggal di luar negeri, Kibrom Abay, mengatakan pengiriman uang ke Tigray sangat sulit dan mahal karena penangguhan layanan keuangan di wilayah tersebut.
"Fakta bahwa saya tidak dapat membantu orang tua saya yang kelaparan, yang dulu bergantung pada kiriman uang dari saya, sangat menyakitkan," katanya.
Satu orang yang tinggal di ibukota Ethiopia, Addis Ababa, mengatakan kepada BBC bahwa mereka telah menemukan seseorang yang akan mengirimkan uang ke Tigray dengan komisi 20%.