JAKARTA - Pada 7 Desember 1941 pukul 08.00 pagi waktu setempat, pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) dibombardir oleh ratusan pesawat tempur milik tentara Jepang. Lokasi penyerangan ini terletak di Pearl Harbor di Pulau Oahu, Hawaii.
BACA JUGA: Sejarah dan Latar Belakang Serangan Pearl Harbor, Tewaskan 3.000 Orang Lebih
Peristiwa ini berlangsung selama kurang dari dua jam dan berhasil merusak 20 kapal angkatan laut Amerika, termasuk delapan kapal perang, dan lebih dari 300 pesawat. Selain itu, lebih dari 2400 orang Amerika termasuk warga sipil dinyatakan tewas pada kejadian ini.
Keesokan harinya atau pada 8 Desember, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt langsung meminta Kongres untuk menyerukan perang terhadap Jepang. Hal ini juga mengawali keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II.
Namun, muncul beberapa spekulasi yang mengatakan bahwa Franklin D. Roosevelt sebelumnya sudah mengetahui terkait kejadian ini. Dia membiarkan agar AS mempunyai alasan untuk terjun pada dunia perang.
BACA JUGA: HISTORIPEDIA: Jepang Porak-porandakan Pearl Harbor
Melansir dari Fee, sejauh ini klaim yang paling rinci dan kredibel hingga saat ini terkandung dalam buku Robert Stinnett “Day of Deceit: The Truth About FDR and Pearl Harbor”. Stinnett merupakan seorang veteran Angkatan Laut Perang Dunia II yang menghabiskan hidupnya sebagai jurnalis surat kabar dan fotografer.
Dia berpendapat bahwa banyak bukti yang ditujukan untuk pejabat pemerintah dan militer AS yang didapat melalui penyadapan Jepang sebelum terjadinya serangan itu. Namun, faktanya Washington memilih untuk menyembunyikannya.
Stinnett menggambarkan ada tiga konspirasi yang muncul, yaitu memaksa Jepang untuk menyerang Amerika Serikat dan membawanya ke Perang Dunia II. Kedua untuk menghilangkan informasi yang tersedia dari komandan Pearl Harbor tentang niat Jepang. Terakhir, yang masih berlanjut, untuk merahasiakan informasi pra-serangan dari publik.
Pada Oktober 1940, ditemukan sebuah memorandum oleh Kapten Arthur McCollum, dari Kantor Intelijen Angkatan Laut. Memorandum tersebut mencantumkan delapan langkah yang mungkin memiliki efek memprovokasi Jepang untuk menyerang Amerika Serikat.
Memo itu tetap dirahasiakan sampai 1994 dan berisi kalimat penting, "Jika dengan cara ini Jepang dapat dituntun untuk melakukan tindakan perang yang terang-terangan, itu lebih baik."
Selain itu, muncul sejumlah dokumen yang menyatakan bahwa Presiden Franklin D. Roosevelt sudah mendapatkan peringatan soal serangan tersebut tiga hari sebelum pesawat-pesawat tempur Jepang menyerang.
Informasi tersebut terdapat dalam memorandum dari Kantor Intelijen Angkatan Laut AS, yang memperingatkan bahwa ancaman perang terhadap AS sungguh merupakan hal yang nyata.
"Sebagai antisipasi atas konflik terbuka dengan AS, Jepang tengah memaksimalkan setiap potensinya untuk mengumpulkan informasi komersial, angkatan laut dan militer, khususnya terhadap pesisir barat Terusan Panama dan Hawaii," demikian sebagian isi memorandum setebal 26 halaman itu.
Memorandum tertanggal 4 Desember 1941 itu memiliki status rahasia dan berjudul "Intelijen dan propaganda Jepang di AS". Memorandum itu juga secara khusus membeberkan upaya pengintaian yang dilakukan Jepang terhadap Hawaii dalam bagian berjudul "Metode Operasi dan Sasaran Serangan".
Laporan itu menggarisbawahi kemungkinan adanya gerakan bawah tanah di Jepang, di mana 40 persen penduduknya adalah keturunan Jepang. Laporan itu juga membeberkan bagaimana konsulat Jepang di pesisir barat AS telah mengumpulkan informasi soal kekuatan angkatan udara dan laut AS.
Memorandum yang kini disimpan di perpustakaan dan museum Franklin D Roosevelt, New York itu pertama kali dibuka pada 1975 dan belum dipublikasikan hingga pergantian abad.
(Rahman Asmardika)