SELANDIA BARU - Selandia Baru akan menerapkan larangan tembakau secara bertahap mulai tahun depan.
Undang-undang (UU) yang disahkan oleh parlemen pada Selasa (13/12/2022) ini berarti siapa pun yang lahir setelah 2008 tidak akan pernah bisa membeli rokok atau produk tembakau.
Artinya, jumlah orang yang mampu membeli tembakau akan menyusut setiap tahunnya. Pada 2050, misalnya, usia 40 tahun akan terlalu muda untuk membeli rokok.
BACA JUGA: Selandia Baru Akan Berlakukan Larangan Beli Rokok Seumur Hidup Bagi Kaum Mudanya
Menteri Kesehatan Ayesha Verrall, yang memperkenalkan UU itu, mengatakan itu adalah langkah "menuju masa depan yang bebas asap rokok".
BACA JUGA: 4 Daftar Negara Paling Anti Merokok
"Ribuan orang akan hidup lebih lama, hidup lebih sehat dan sistem kesehatan akan menjadi 5 miliar dolar Selandia Baru (Rp50 triliun) lebih baik karena tidak perlu mengobati penyakit akibat merokok," terangnya.
Menurut statistik pemerintah yang dirilis pada November lalu, tingkat merokok Selandia Baru sudah mencapai titik terendah dalam sejarah, dengan hanya 8% orang dewasa yang merokok setiap hari. Angka ini turun dari 9,4% pada tahun lalu.
Diharapkan bahwa UU Lingkungan Bebas Rokok akan mengurangi angka tersebut menjadi kurang dari 5% pada 2025, dengan tujuan akhir untuk menghilangkan praktik tersebut sama sekali.
UU itu juga dirancang untuk membatasi jumlah pengecer yang dapat menjual produk tembakau asap hingga 600 di seluruh negeri - turun dari 6.000 saat ini - dan mengurangi kadar nikotin dalam produk untuk mengurangi kecanduan.
“Itu berarti nikotin akan dikurangi ke tingkat non-adiktif dan masyarakat akan bebas dari proliferasi dan pengelompokan pengecer yang menargetkan dan menjual produk tembakau di wilayah tertentu,” lanjutnya.
Dia menambahkan bahwa undang-undang tersebut dapat menutup harapan hidup antara warga Maori dan non-Maori. Tingkat merokok keseluruhan untuk warga Maori adalah 19,9% - turun dari angka tahun lalu sebesar 22,3%.
Undang-undang baru ini tidak melarang produk vape, yang menjadi jauh lebih populer di kalangan generasi muda daripada rokok.
Sementara itu, para pengkritik UU tersebut - termasuk partai ACT yang memegang 10 kursi di parlemen - telah memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat memicu pasar gelap produk tembakau dan mematikan toko-toko kecil.
“Tidak ada yang mau melihat orang merokok, tapi kenyataannya, kemauan dan larangan pengasuh negara dari Partai Buruh akan menimbulkan masalah,” ujar Wakil Ketua ACT Brooke van Velden.
(Susi Susanti)