GEORGIA - Polisi mengerahkan meriam air dan gas air mata untuk memukul mundur pengunjuk rasa di ibu kota Georgia, Tbilisi, pada protes malam kedua.
Para pengunjuk rasa ini menggelar demonstrasi terkait undang-undang bergaya Rusia yang kontroversial, yang akan mengklasifikasikan kelompok non-pemerintah dan media sebagai "agen asing" jika mereka menerima lebih dari 20% dana mereka dari luar negeri.
Pada Rabu (8/3/2023) malam, polisi memukul mundur pengunjuk rasa yang merobohkan penghalang logam di luar parlemen.
BACA JUGA:
Massa diperintahkan untuk bubar dan beberapa orang terluka.
BACA JUGA:
Gambar dari TV Georgia menunjukkan ratusan polisi anti huru hara di jalanan pada Rabu malam, mengenakan helm dan memegang tameng. Setidaknya satu mobil polisi telah terbalik.
Awan gas air mata naik di atas jalan-jalan di sekitar gedung parlemen saat polisi berusaha membubarkan protes.
Sebelumnya, puluhan ribu orang bergabung pada protes hari kedua.
Aksi protes itu terjadi di luar parlemen, di mana pada Selasa (7/3/2023) anggota parlemen mendukung pembacaan pertama undang-undang baru yang kontroversial, yang telah banyak dikutuk secara internasional.
Undang-undang serupa di Rusia telah digunakan untuk sangat membatasi kebebasan pers dan menekan masyarakat sipil.
"Kami pikir pemerintah kami berada di bawah pengaruh Rusia dan itu sangat buruk bagi masa depan kami," kata Lizzie, salah satu dari banyak mahasiswa yang ikut serta dalam protes tersebut, dikutip BBC.
Para pengunjuk rasa khawatir undang-undang baru itu, jika disahkan, akan merusak harapan negara itu untuk bergabung dengan Uni Eropa (UE).
"Orang-orang sangat marah karena ini bukan tentang satu hal yang spesifik, ini tentang masa depan Georgia dan ini tentang bagaimana kita akan berfungsi sebagai sebuah negara," kata demonstran lain bernama Tekla Tevdorashvili kepada BBC.
"Semua orang benar-benar menentang ini dan saya pikir itulah mengapa mereka sangat takut dan itulah mengapa pemerintah berusaha menggunakan segala yang mereka bisa untuk melawan rakyat untuk membungkam kami, tetapi kami tidak akan dibungkam,” lanjutnya.
Pengunjuk rasa lainya yakni seorang siswa bernama Lia Chagovadze, mengatakan dia dan teman-temannya ada di sana untuk memperjuangkan nilai-nilai dan kebebasan Barat.
Sedangkan Nanuka Shakinovi mengatakan para pengunjuk rasa tidak akan membiarkan pemerintah menghentikan dorongan Georgia untuk bergabung dengan UE.
"Kami akan melawan mereka dan kami tidak akan berhenti sampai kita menang,” terangnya.
"Berulang kali mereka mencoba segalanya untuk membawa kita jauh dari Uni Eropa, nilai-nilai Eropa," terang Luka Kimeridze, 30 tahun.
Ketua Georgian Dream Irakli Kobakhidze mengatakan kritik terhadap rancangan undang-undang yang mirip dengan undang-undang represif Rusia itu menyesatkan. "Akhirnya kehebohan akan padam dan publik akan memiliki transparansi dalam pendanaan LSM," katanya.
Namun, Eka Gigauri dari Transparency International mengatakan kepada BBC bahwa LSM sudah tunduk pada 10 undang-undang yang berbeda dan kementerian keuangan sudah memiliki akses penuh ke akun, pendanaan, dan informasi lainnya.
Pihak berwenang mengatakan 55 polisi terluka pada malam pertama protes, ketika batu dan bom molotov dilemparkan ke arah mereka. Beberapa gambar yang paling menarik dari Selasa (7/3/2023) malam menunjukkan meriam air disemprotkan ke pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera Uni Eropa.
(Susi Susanti)