“Tadi kakakku sering bilang aku tidak akan sekolah tanpamu. Aku peluk dia dan bilang kamu pergi, nanti aku gabung,” lanjutnya.
"Orang-orang memberi tahu orang tua saya bahwa Anda tidak perlu khawatir, Anda memiliki anak laki-laki. Saya berharap kami memiliki hak yang sama,” ujarnya.
Mengenai beberapa larangan lainnya, Taliban mengatakan bahwa hal itu diberlakukan karena perempuan tidak mengenakan hijab (penutup kepala) atau mengikuti hukum Islam. Penegakan aturan Taliban tidak seragam di seluruh provinsi, tetapi peraturan tersebut menciptakan suasana ketakutan dan kebingungan.
"Kami selalu memakai hijab. Tapi tidak ada bedanya. Apa maksudnya? Saya tidak mengerti," ungkapnya.
Saat tim BBC di Afghanistan sebelum dan sesudah pengambilalihan Taliban, tim belum pernah bertemu dengan seorang wanita Afghanistan yang tidak mengenakan jilbab.
Harapan apa pun yang mungkin mereka miliki tentang pembukaan kembali sekolah telah dirusak oleh meningkatnya pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah Taliban terhadap perempuan.
"Awalnya ada sedikit kebebasan, tapi lambat laun itu berubah," kata Habiba.
Pembatasan pertama setelah larangan sekolah menengah datang pada Desember 2021, ketika Taliban memerintahkan perempuan harus didampingi oleh kerabat laki-laki jika bepergian lebih dari 72 km (48 mil).