Taliban mengatakan bahwa sekolah dan universitas hanya ditutup sementara untuk perempuan dan anak perempuan sampai "lingkungan yang sesuai" dapat diciptakan. Jelas bahwa ada perpecahan dalam pemerintahan Taliban mengenai masalah ini, tetapi sejauh ini upaya apa pun yang dilakukan oleh mereka yang percaya bahwa anak perempuan harus diizinkan untuk belajar tidak membuahkan hasil.
Untuk mengatasi ruang publik yang menyusut bagi perempuan, Laila Basim telah ikut mendirikan perpustakaan untuk perempuan di Kabul yang kami kunjungi pada November tahun lalu. Ribuan buku tersusun rapi di rak yang menutupi tiga dinding ruangan. Wanita datang untuk membaca buku, dan terkadang hanya untuk bertemu satu sama lain - pelarian dari berada di dalam ruangan di rumah mereka.
Sekarang perpustakaan ditutup.
"Dua kali ketika Taliban menutup perpustakaan, kami berhasil membukanya kembali. Tapi ancaman meningkat dari hari ke hari. Saya mendapat telepon yang mengatakan betapa beraninya saya membuka perpustakaan untuk wanita. Begitu mereka datang ke perpustakaan dan mengatakan kepada wanita bahwa mereka tidak punya kan untuk membaca buku," terangnya.
"Terlalu berisiko untuk menjalankannya, jadi saya harus mengambil keputusan yang tak terelakkan untuk menutupnya,” ungkapnya.
Dia mengatakan akan terus mencari cara lain untuk melawan kebijakan Taliban.