KHARTOUM – Konflik bersenjata antara militer Sudan dengan kelompok para militer Rapid Support Forces (RSF) yang pecah pekan lalu telah memasuki hari keenam pada Kamis, (20/4/2023). Pertempuran antara kedua belah pihak telah menyebabkan setidaknya 300 orang tewas dan lebih dari 3.000 lainnya luka-luka, menurut laporan WHO.
Sejauh ini situasi keamanan di negara Afrika Utara itu tidak menunjukkan tanda-tanda membaik, bahkan cenderung mengarah pada eskalasi. Seruan untuk perundingan dan pembentukan koridor kemanusiaan dari dunia internasional tidak dihiraukan kedua belah pihak, sementara upaya gencatan senjata yang telah diumumkan tidak bertahan lama.
Berikut beberapa fakta terkait perang saudara ini:
1. Konflik Dua Jenderal Berpengaruh
Perang saudara di Sudan melibatkan militer Sudan yang dipimpin oleh Kepala Dewan Militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan kelompok paramiliter RSF pimpinan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti.
Kedua jenderal ini adalah sekutu dalam kudeta yang menggulingkan pemerintahan diktator Omar al-Bashir pada 2019. Bahkan, Hemedti menjabat sebagai wakil Burhan pada Dewan Militer Sudan sebelum upaya kudeta pada Sabtu, (15/4/2023).
Kudeta pada 2021 membuat militer yang memegang kekuasaan menghadapi protes dari pihak sipil yang menuntut transisi kekuasaan. Dukungan Hemedti terhadap transisi baru ini diyakini membuat hubungannya dengan Burhan menjadi tegang.
Hemedti juga dilaporkan tidak pusa dengan posisinya sebagai wakil dari Burhan di Dewan Militer yang memegang pemerintahan pasca kudeta di Sudan.