Fakta-Fakta Perang Saudara Sudan, Pertikaian 2 Faksi Bersenjata

, Jurnalis
Jum'at 21 April 2023 04:01 WIB
Asap mengepul dari sebuah pesawat yang terbakar di Bandara Khartoum, Sudan selama pertempuran antara militer dengan milisi RSF, 17 April 2023. (Foto: Reuters)
Share :

KHARTOUM – Konflik bersenjata antara militer Sudan dengan kelompok para militer Rapid Support Forces (RSF) yang pecah pekan lalu telah memasuki hari keenam pada Kamis, (20/4/2023). Pertempuran antara kedua belah pihak telah menyebabkan setidaknya 300 orang tewas dan lebih dari 3.000 lainnya luka-luka, menurut laporan WHO.

Sejauh ini situasi keamanan di negara Afrika Utara itu tidak menunjukkan tanda-tanda membaik, bahkan cenderung mengarah pada eskalasi. Seruan untuk perundingan dan pembentukan koridor kemanusiaan dari dunia internasional tidak dihiraukan kedua belah pihak, sementara upaya gencatan senjata yang telah diumumkan tidak bertahan lama.

Berikut beberapa fakta terkait perang saudara ini: 

1. Konflik Dua Jenderal Berpengaruh

Perang saudara di Sudan melibatkan militer Sudan yang dipimpin oleh Kepala Dewan Militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan kelompok paramiliter RSF pimpinan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti.

Kedua jenderal ini adalah sekutu dalam kudeta yang menggulingkan pemerintahan diktator Omar al-Bashir pada 2019. Bahkan, Hemedti menjabat sebagai wakil Burhan pada Dewan Militer Sudan sebelum upaya kudeta pada Sabtu, (15/4/2023).

Kudeta pada 2021 membuat militer yang memegang kekuasaan menghadapi protes dari pihak sipil yang menuntut transisi kekuasaan. Dukungan Hemedti terhadap transisi baru ini diyakini membuat hubungannya dengan Burhan menjadi tegang.

Hemedti juga dilaporkan tidak pusa dengan posisinya sebagai wakil dari Burhan di Dewan Militer yang memegang pemerintahan pasca kudeta di Sudan.

2. Persaingan Faksi Militer

Selain konflik antara kedua jenderal, perang saudara menghadapkan militer Sudan dengan RSF, kekuatan paramiliter besar di Sudan. Persaingan antara kedua faksi ini telah dimulai bahkan sebelum kudeta yang menggulingkan Bashir pada 2019.

Ketegangan dan tanda-tanda konflik telah dirasakan sejak 2022, kala peralihan pemerintahan pasca kudeta dari militer ke sipil tersendat.

RSF atau yang juga dikenal sebagai Janjaweed adalah paramiliter yang didirikan Bashir untuk menumpas pemberontakan di Darfur pada 2003 dan dikenal dengan kekejaman dan pembunuhan sistematis selama konflik tersebut.

Pada 2019, RSF yang dipimpin Hemedti bekerja sama dengan militer Sudan untuk menggulingkan Bashir. Namun, pasca kudeta kedua faksi militer itu saling bersaing dan berebut pengaruh, yang menimbulkan percikan-percikan konflik.

3. Integrasi RSF ke dalam Angkatan Bersenjata 

Hal lain yang juga mendorong pecahnya kudeta adalah tuntutan sipil agar paramiliter RSF yang bermasalah diawasi dan diintegrasi ke dalam Angkatan Bersenjata Sudan. Termasuk di antara tuntutan sipil ini adalah penyerahan kepemilikan militer di bidang pertanian, perdagangan, dan industri yang menguntungkan dan menjadikan mereka sebagai kekuatan berpengaruh di Sudan.

RSF yang dibentuk Bashir juga menghadapi sejumlah tuduhan kejahatan perang atas peran mereka dalam konflik di Darfur pada 2003 dan dugaan genosida selama konflik tersebut. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) berusaha mengadili Bashir dan tokoh-tokoh Sudan lain yang terlibat dalam kekejaman tersebut.

Tidak hanya di Darfur, RSF, bahkan militer Sudan juga dituduh terlibat dalam kekerasan dan pembunuhan pasca kudeta 2019 dan 2021.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya