Setelah pertempuran, Inggris menjarah ribuan artefak budaya dan agama. Ini termasuk mahkota emas, manuskrip, kalung dan gaun. Inggris juga mengambil Pangeran Alemayehu dan ibunya, Permaisuri Tiruwork Wube.
Menurut Andrew Heavens dalam bukunya “The Prince and the Plunder”, yang menceritakan kehidupan Alemayehu, Inggris mungkin mengira tindakan ini akan menjaga sang pangeran dan ibunya tetap aman, mencegah mereka ditangkap dan kemungkinan dibunuh oleh musuh Tewodros, yang berada di dekat Maqdala.
Setelah kedatangannya di Inggris pada Juni 1868, kesulitan yang dialami Alemayehu dan statusnya sebagai yatim piatu menimbulkan simpati Ratu Victoria. Sang Ratu setuju mendukung Alemayehu secara finansial dan menempatkannya dalam perwalian Kapten Tristram Charles Sawyer Speedy, pria yang menemani pangeran dari Ethiopia.
Sang Pangeran sempat dibawa ke berbagai belahan dunia oleh Kapten Charles sebelum kemudian diputuskan bahwa dia harus menerima pendidikan formal. Namun, dia justru mengalami intimidasi dan tidak betah di sekolah.