GEORGETOWN - Kebakaran di asrama sekolah di Guyana yang menewaskan setidaknya 19 anak mungkin merupakan pembakaran, kata polisi dan dinas pemadam kebakaran negara itu, Senin, (22/5/2023).
Bangunan di pusat kota Mahdia "sepenuhnya dilalap api" pada saat petugas pemadam kebakaran tiba sekira tengah malam, kata Dinas Pemadam Kebakaran pada hari sebelumnya.
Empat belas anak tewas di tempat kejadian dan lima lainnya di rumah sakit. Enam anak yang terluka diterbangkan ke ibu kota, Georgetown, sementara setidaknya 17 lainnya dirawat di rumah sakit setempat.
"Penyelidikan awal menunjukkan bahwa itu diatur dengan niat jahat dan penyelidikan kami berlanjut," kata komisaris polisi Clifton Hicken dalam konferensi pers, sebagaimana dilansir Reuters.
Analisis DNA diperlukan untuk mengidentifikasi 13 korban, katanya, dan akan dilakukan "secepatnya".
Polisi mengatakan dalam pernyataan sebelumnya seorang siswa terbangun oleh teriakan dan menyaksikan kebakaran di kamar mandi asrama.
Sebagian besar dari 19 anak yang meninggal adalah orang Pribumi, kata Mark Ramotar, direktur departemen komunikasi kepolisian pada Senin pagi. “Asrama biasanya menampung mahasiswa dari komunitas Pribumi,” katanya.
Korban termuda adalah bocah laki-laki berusia lima tahun, putra pengurus asrama.
Semua korban lainnya adalah perempuan, dan menurut daftar dari Kementerian Pendidikan termasuk beberapa saudara kandung dan setidaknya sepasang anak kembar.
Presiden Irfaan Ali, yang bertemu dengan beberapa orang tua korban setelah mengunjungi rumah sakit Mahdia, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa negara akan mengadakan tiga hari berkabung.
Keluarga korban diberikan konseling dan dukungan lainnya, tambah pernyataan Ali.
"Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa sakit yang dialami saudara-saudari kita ini," katanya. "Ini adalah rasa sakit yang harus kita pikul sebagai bangsa dan sebagai keluarga."
Perdana Menteri Mark Philips dan Menteri Pendidikan Priya Manickchand juga mengunjungi situs tersebut.
Foto-foto yang diterbitkan oleh pemerintah menunjukkan Manickchand menghibur seorang wanita dan berjalan ke gedung berlantai satu yang telah dipadamkan api.
(Rahman Asmardika)