Tonko Oosterhuis sendiri dikatakan pria yang akrab disapa Indra akhirnya meninggal di Ambon pada 1943, saat menjadi tahanan perang. Ia dipekerjakan sebagai romusha semasa Jepang berkuasa di Indonesia.
"Bapaknya yang bernama Tonko ini terakhir dinas di Malang sampai tertangkap Jepang lalu meninggal di Ambon kena romusha, catatan di veteran pangkat terakhir letnan muda atau sekarang letnan satu," ucapnya.
Kini generasi berikutnya keluarga Tonko Oosterhuis tinggal di Kupang, dan merupakan Warga Negera Indonesia (WNI). Sementara karena merasa pernah berjasa dengan Malang dan kekagumannya kepada Kota Malang akhirnya generasi berikutnya keluarga Tonko Oosterhuis memberikan kenang-kenangan berupa bangku berbentuk kotak dengan bahan batu andesit yang dibuat 2016.
"Bentuk kecintaannya ke Indonesia dan Malang makanya dibuatkan batu ini sama keluarga. Lalu mereka izin dengan sepengetahuan dan izin DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) untuk masang bangku ini di sini (di Bundaran Tugu Malang)," terangnya.
Jadi Tjahjana Indra memastikan bila bebatuan yang sempat membuat heboh saat proses revitalisasi Bundaran Tugu Malang bukanlah benda cagar budaya yang terkait Bundaran Tugu. Benda itu merupakan benda baru yang menjadi pelengkap di Bundaran Tugu Malang yang dipasang pada Februari 2016 lalu.
"Semacam elemen fasilitas umum yang kayak memori sejarah, misalkan saya ingin menyumbangkan bangku di sebuah taman untuk mengenang keluarga saya yang cinta Malang. Itu kan saya rupakan setting yang selanggam dengan lingkungan banyak ekspose batu andesit, bukan yang dari besi atau apapun, bangku batu yang penuh kenangan, bukan merupakan benda cagar budaya," tandasnya.
(Fakhrizal Fakhri )