PERBUKITAN Seulawah di Aceh jadi saksi bisu pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis pada 1965. Tempat tersebut bukan satu-satunya, tapi hanya salah satu dari lokasi berdarah peristiwa kelam kala itu.
Udin, nama samaran, merupakan salah satu algojo pembantai orang-orang yang dituduh PKI. Udin memberikan kesaksiannya dan mengaku masih menyimpan parang untuk mengeksekusi para korban kala itu.
"Saya masih simpan parang untuk memotong leher orang-orang PKI. Kalau bapak mau lihat, silakan..." katanya, dikutip dari BBC News Indonesia, Jumat (14/7/2023).
Udin berada tak jauh dari peristiwa pembantaian di lubang-lubang pembantaian di perbukitan Seulawah, di pinggiran Kota Sigli, Aceh. Di sanalah orang-orang yang dituduh komunis disembelih.
Pembantaian biadab itu terjadi tak lama setelah peristiwa G30S 1965. Saat Udin berusia 25 tahun, peristiwa penangkapan dan pembunuhan massal atas pimpinan, anggota, simpatisan atau orang-orang yang dikaitkan Partai Komunis Indonesia (PKI), gencar dilakukan di kota di pesisir timur Aceh itu.
Pembunuhan massal ini dilatari pembunuhan tujuh jenderal di pulau Jawa, kudeta yang gagal, polarisasi politik tingkat lokal, dendam pribadi, isu agama, hingga kampanye militer untuk menghabisi orang-orang komunis 'hingga ke akar-akarnya'.
Dalam atmosfer seperti itulah, Udin, kini usianya 82 tahun lebih, direkrut sebagai anggota pertahanan sipil dan disebutkan 'berperan' dalam pembunuhan massal di perbukitan angker itu. Dia bahkan lulus rekrutmen menjadi 'algojo'.
Dokumen internal militer di Aceh menyebut orang-orang yang dibantai di wilayah Sigli dan sekitarnya berjumlah 314 orang. Adapun secara keseluruhan korban di Aceh mencapai 1.424 jiwa, menurut dokumen itu.
Namun angka versi militer ini jauh lebih sedikit dari perkiraan para peneliti dan pegiat HAM. Diperkirakan 3.000 hingga 10.000 telah dibantai dalam kurun waktu 1965-1966 di Aceh.