PAKISTAN - Presiden Pakistan Arif Alvi membantah menyetujui dua rancangan undang-undang (RUU) kontroversial yang semakin meningkatkan kekuatan militer.
Dalam sebuah posting di X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) pada Minggu (20/8/2023), dia mengaku telah mengembalikan RUU tanpa tanda tangan tetapi stafnya mengacaukan hal itu.
Kedua undang-undang itu diketahui melarang pengungkapan identitas perwira intelijen militer dan juga mengusulkan hukuman penjara karena mencemarkan nama baik tentara.
Adapun keputusan Alvi dapat mempertanyakan legalitas kedua undang-undang tersebut. Namun, menteri hukum sementara Pakistan Ahmed Irfan Aslam mengatakan kepada wartawan bahwa di bawah konstitusi, presiden memiliki pilihan untuk menyetujui RUU tersebut, atau merujuknya ke parlemen dengan "pengamatan khusus".
Sebaliknya, Dr Alvi "sengaja menunda persetujuan", dan mengembalikan RUU tanpa persetujuan atau pengamatan.
Aslam menambahkan bahwa karena RUU yang ditandatangani tidak diterima dari presiden bahkan setelah 10 hari, maka secara otomatis menjadi undang-undang.
Dikutip BBC, lembaran dari Sekretariat Senat menyatakan bahwa mereka "dianggap telah disetujui oleh presiden".