"Pada masa pergerakan, batik menjadi sumber ekonomi yang juga menopang gerakan perlawanan. Soekarno, Hatta dan tokoh-tokoh politik nasional kerap berkunjung ke kampung itu, untuk rapat gelap dan melakukan konsolidasi," kata warga Laweyan, Fadoli.
Sebelum batik cap hadir pada awal 1970-an, usaha batik sangat maju. Banyak saudagar kaya, yang mempekerjakan setidaknya 100 orang setiap rumah. Selain para buruh, kehadiran batik cap juga memukul usaha-usaha pemintalan benang yang dikelola perorangan, juga sentra industri lurik di Pedan, Klaten.
Namun semua gulung tikar. Orang juga tak mau lagi menjalankan usaha pembuatan benang dari kapas karena kalah murah dengan barang-barang keluaran pabrik modern. Padahal, dulu banyak orang menanam kapas di sepanjang tepian sungai. Namun itu masa lalu, sekarang degup jantung batik Laweyan mulai berdenyut kencang.
(Qur'anul Hidayat)