SEMARANG - Petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Semarang menyebut MAR (17) mengatakan, dari informasi yang dia gali, pelaku pembacokan pada gurunya, sejak kelas 2 MTs atau setingkat SMP, sudah membantu jualan di sebuah warung Bakmi Jowo di daerah Gubug, Kabupaten Grobogan hingga pukul 02.00 WIB. Warung itu, bukan milik orangtua maupun kerabatnya.
Pelaku bekerja di sana menggantikan teman mainnya. Pelaku biasa membantu untuk menyiapkan warung dibuka dan membungkus makanan hingga warung tutup. Pekerjaan itu rutin dilakukan tiap harinya hingga pukul 02.00 WIB dini hari.
Pelaku rutin melakukan itu karena persoalan ekonomi keluarganya yang kurang. Setelah lulus MTs sempat berhenti 1 tahun karena tidak ada biaya untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Dia melanjutkan ke MA dibiayai tantenya.
“Jadi kebutuhan hidup anak ini (pelaku) ditanggung dia sendiri (untuk makan), kalau ada sisa (uang hasil kerja) diberikan ke ibunya. Anak ini sering membolos karena membantu jualannya sampai jam 2 malam. Sampai rumah tidur, orangtua tidak mengingatkan untuk bangun (pagi, tidak membangunkan),” sambung Arif.
Arif juga menyambangi keluarga dari pelaku di Kabupaten Demak. Dari kegiatan itu didapati, ayahnya mengalami gangguan pendengaran, ibunya juga masih ada. Dia dua bersaudara, anak pertama, adiknya berusia 12 tahun.
Karena rutinitasnya itu, sebagai tulang punggung keluarga, kata Arif, pelaku sering membolos sekolah. Pelajaran tidak bisa diikuti dengan baik, jadi nilainya jelek. Dia tidak bisa naik kelas XI. Dia satu-satunya di MA itu yang tidak naik kelas. Kemudian diberi kesempatan untuk mengikuti atau menyelesaikan tugas dari guru-guru supaya bisa naik kelas.
“Riwayat pelanggaran hukumnya tidak ada, kasus ini (pidana) yang pertama. Sebelumnya yang bersangkutan mengaku pernah memukul temannya, tapi tidak sampai parah, karena masalah perempuan. Tapi itu tidak sampai guru atau wali, cuma mukul sekali, tidak sampai ke RS atau kepolisian, (kejadian) di MA yang sama,” jelas Arif.