JAKARTA – Juru Bicara Nasional Partai Perindo Yerry Tawalujan angkat bicara menanggapi keluhan pedagang yang selama ini mempromosikan dagangannya melalui media sosial (medsos).
Setelah pemerintah melarang tidak boleh lagi berjualan melalui medsos, para pedagang mengaku dirugikan dan meminta pemerintah fokus mengatur impor barang dari China yang selama ini masuk ke Tanah Air dan mengganggu produk lokal.
"Kami yakin pemerintah akan mencarikan solusi terbaik untuk kepentingan para pedagang," ujar Yerry kepada wartawan, Jumat (29/9/2023).
Ia menjelaskan, ada dua kelompok pedagang terdampak larangan tersebut.
Pertama, pedagang tradisional di pusat perbelanjaan seperti Tanah Abang dan tempat lainnya. Kedua, pedagang yang menggunakan medsos.
"Harus ada jalan keluar yang menguntungkan untuk kedua kelompok pedagang itu," ucapnya.
Yerry -- yang juga merupakan Bacaleg DPR RI Dapil Sulawesi Utara ini—menjelaskan, di era sekarang semua pihak harus sadar akan kenyataan adanya disrupsi digital dan teknologi dalam perdagangan.
Para pedagang yang masih mengandalkan cara tradisional dalam berdagang tentu akan tertinggal.
"Kami sarankan para pedagang tekstil dan pakaian jadi di Tanah Abang dan pusat-pusat perbelanjaan lain untuk ikut memasarkan produknya melalui platform digital," ucapnya.
Yang dimaksud dengan platform digital, lanjut Yerry, bukan media sosial seperti Tiktok, tetapi platform digital e-commerce yang sudah banyak beredar di masyarakat.
"Pakai pola hybrid saja, ada toko untuk dagang langsung, tetapi pakai juga platform e-commerce digital. Kalau media sosial peruntukkannya bukan dagang," ucap Yerry.
Yerry mengatakan, keluhan para pedagang tentang maraknya produk impor dari luar negeri itu valid dan patut diperhatikan pemerintah.
Ia mengaku setuju dan mendukung jika pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap membanjirnya produk impor murah dari luar negeri, khususnya dari China.
Karena produk impor murah dari China itu akan membunuh produk UMKM dalam negeri.
"Sebenarnya yang perlu diatur dan dibatasi itu adalah mengalirnya produk impor murah dari China, yang di jual kembali di dalam negeri lewat Tiktok dan media sosial. Produk impor itu yang harus dibatasi supaya tidak matikan industri dalam negeri," tutur Yerry.
(Erha Aprili Ramadhoni)