Ia menjabat sebagai komisaris PBB untuk Namibia dari 1977 hingga 1981 dan bertugas di wilayah tersebut dalam berbagai peran hingga awal tahun 1990an.
Bertindak sebagai orang penting bagi UE, ia membujuk Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic pada 1999 untuk menerima persyaratan NATO untuk mengakhiri kampanye udara Kosovo.
Dia terus fokus pada penyelesaian konflik setelah meninggalkan kursi kepresidenan pada 2000, membantu memajukan proses perdamaian Irlandia Utara sebagai inspektur senjata.
Dia mendirikan Inisiatif Manajemen Krisis (Crisis Management Initiative/CMI), sebuah organisasi independen yang berfokus pada penyelesaian konflik. Kelompok ini memfasilitasi proses perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada 2005. Upaya mediasinya, selama tujuh bulan, menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga dekade di Aceh.
Belakangan pada tahun itu, ia kembali ke Balkan sebagai utusan khusus PBB. Ia dikenal luas karena membantu membuka jalan bagi kemerdekaan Kosovo dengan dukungan negara-negara barat.
Beberapa bulan setelahnya, komite Nobel memberinya hadiah perdamaian, karena karyanya di berbagai benua selama lebih dari tiga dekade.
Dia meninggalkan istrinya, Eeva, dan putranya, Marko, seorang pengusaha teknologi dan mantan kepala desain di Nokia.
(Rahman Asmardika)