BRUSSEL - Para pemimpin Uni Eropa (UE) berdebat mengenai seruan “jeda” dalam perang Hamas-Israel sehingga bantuan dapat masuk di Brussel, Belgia pada Kamis (26/10/2023).
Blok yang beranggotakan 27 negara tersebut telah lama terpecah menjadi anggota yang lebih pro-Palestina seperti Irlandia dan Spanyol, dan pendukung setia Israel termasuk Jerman dan Austria.
“Apa yang kami inginkan adalah penghentian pembunuhan dan kekerasan sehingga bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza, tempat warga Palestina yang tidak bersalah menderita, dan juga memungkinkan kami mengeluarkan warga negara Uni Eropa,” kata Perdana Menteri (PM) Irlandia Leo Varadkar, dikutip NDTV.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, seorang pendukung kuat Israel, sebelumnya juga ikut menyerukan Israel untuk “melindungi warga sipil yang tidak bersalah” dan mengikuti “hukum perang” saat mereka mengejar Hamas.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Rabu (25/10/2023) memperingatkan bahwa "intervensi besar-besaran yang akan membahayakan nyawa warga sipil adalah sebuah kesalahan".
Adapun Raja Yordania Abdullah II mengatakan kemarahan atas penderitaan tersebut dapat "menyebabkan ledakan" di Timur Tengah.
Kewaspadaan internasional meningkat di tengah meningkatnya keterkejutan mengenai skala penderitaan manusia di wilayah Palestina yang terkepung di mana Israel telah memutus sebagian besar pasokan air, makanan, bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya.
Di Gaza selatan, Umm Omar al-Khaldi yang berduka mengatakan kepada AFP bagaimana dia melihat tetangganya terbunuh dalam serangan Israel yang membuat rumahnya menjadi puing-puing, dan banyak yang dikhawatirkan terkubur di bawahnya.
“Kami melihat mereka dibombardir – anak-anak dibombardir saat ibu mereka sedang memeluk mereka,” kata wanita tersebut, dengan putus asa memohon bantuan dari dunia luar.
“Di mana orang-orang Arab, di mana umat manusia?,” tanyanya.
Amnesty International dalam sebuah pernyataan menyerukan gencatan senjata segera untuk memastikan akses terhadap bantuan yang menyelamatkan jiwa bagi orang-orang di Gaza di tengah bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, termasuk kejahatan perang, yang dilakukan oleh semua pihak dalam konflik terus berlanjut,” terang ketua kelompok hak asasi manusia Agnes Callamard.
Jumlah korban jiwa yang melonjak dalam perang ini merupakan yang tertinggi sejak Israel secara sepihak menarik diri dari wilayah pesisir kecil tersebut pada 2005 – sebuah periode yang telah menyaksikan empat perang Gaza sebelumnya.
Seluruh lingkungan telah diratakan, para ahli bedah beroperasi tanpa obat bius, dan truk es krim telah menjadi kamar mayat darurat.
Dalam situasi yang kacau, para relawan dan tetangga terus berupaya mencari para korban. Kadang-kadang dengan tangan kosong, menembus pecahan beton dan pasir untuk mengevakuasi korban sipil.
Seringkali mereka hanya menemukan mayat-mayat yang bertumpuk, terbungkus kain kafan putih yang berlumuran darah.
(Susi Susanti)