Tabrani tidak hanya menggunakan istilah "bahasa Indonesia" sebelum Ikrar Sumpah Pemuda (1928) dan Kongres Pemuda Pertama (April-Mei 1926), tetapi juga menyadari bahwa ketidakmampuan anak-anak Indonesia bersatu disebabkan oleh ketiadaan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua bangsa Indonesia.
Kegigihan M Tabrani Mempromosikan Bahasa Indonesia
Keyakinan Tabrani bahwa kemerdekaan dapat dicapai melalui persatuan, terutama melalui bahasa Indonesia, tercermin jelas dalam semangatnya yang tertuang dalam Hindia Baroe (edisi 11 Februari 1926).
Melalui autobiografinya berjudul "Anak Nakal Banyak Akal" (1979), M Tabrani mengungkapkan perbedaan pandangan dengan Yamin pada Kongres Pemuda Pertama 1926.
Meskipun setuju dengan pidato Yamin, Tabrani menolak konsep usul resolusi yang mengusung bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Sebagai Ketua Kongres saat itu, Tabrani memegang teguh pendiriannya bahwa bahasa persatuan seharusnya adalah bahasa Indonesia.