Dia menolak mengutuk pembunuhan dan penyanderaan yang dilakukan Hamas, dan menyebut kelompok itu sebagai “pembebas”. Hamas digolongkan sebagai organisasi teroris oleh sekutu Barat, termasuk Jerman.
Dia juga tampaknya mempertanyakan keberadaan negara Yahudi dengan mengatakan bahwa “fasisme Israel sendiri” melemahkan legitimasinya.
Para pemimpin Yahudi di Jerman menuduh Erdogan memicu antisemitisme dengan komentar seperti itu dan ada seruan agar pemerintah Jerman membatalkan kunjungan presiden Turki tersebut.
Bagi Jerman, sejarah kesalahan Nazi atas Holocaust berarti bahwa dukungan terhadap negara Israel tidak dapat dinegosiasikan dan merupakan landasan utama kebijakan luar negeri Berlin. Ketika ditanya dalam konferensi pers awal pekan ini tentang komentar Presiden Erdogan, Kanselir Scholz menyebut komentar tersebut "tidak masuk akal".
Baik Olaf Scholz maupun mantan Kanselir Angela Merkel telah berulang kali menyebut keamanan Israel sebagai Staatsräson Jerman, atau "alasan negara", sebuah istilah samar yang digunakan para pemimpin Jerman untuk mengungkapkan gagasan dukungan Jerman yang tak tergoyahkan terhadap Israel.
Namun seiring dengan semakin intensifnya serangan Israel terhadap Gaza, dan jumlah korban tewas yang meningkat, prinsip tersebut menjadi semakin tertekan.
Setelah guncangan awal akibat serangan Hamas, media arus utama Jerman semakin sering menggambarkan penderitaan kemanusiaan di Gaza, yang menyebabkan semakin besarnya kegelisahan terhadap tindakan Israel.
Di jalanan Jerman, kemarahan terhadap tindakan Israel semakin meningkat dan demonstrasi pro-Palestina telah diadakan hampir setiap akhir pekan sejak 7 Oktober. Jerman memiliki komunitas diaspora Arab yang besar dan mempunyai hubungan dengan, atau bersimpati dengan, orang-orang di Gaza. Dukungan terhadap Palestina juga secara tradisional menjadi isu utama bagi beberapa kelompok sayap kiri Jerman.