Pangeran Prabu sendiri juga dikenal memiliki mantra aji Panguripan, yakni mantra yang mampu mengubah diri menjadi seekor harimau, yakni harimau jadi-jadian.
“Memiliki ajian dengan mantra yang membuat orang bisa menjadi harimau,” demikian dikutip dari buku Kisah Brang Wetan Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan (2021).
Syahdan, dalam menjalani hukuman buang itu Pangeran Prabu bertemu dengan sepasang orang tua yang bertempat tinggal di dekat kawasan hutan Lodoyo. Ia merasa iba.
Keduanya diajak tinggal bersama di hutan Lodoyo dan menjadi abdi Pangeran Prabu. Sepasang orang tua diajari rapalan mantra berubah wujud menjadi harimau.
Sebab jika dapat berubah menjadi harimau akan mudah mencari makan dan tidak usah bekerja di sawah atau di ladang. “Apalagi di Lodoyo banyak kijang, rusa, banteng, babi hutan, kancil dan sebagainya”.
Setelah menguasai mantra mengubah diri menjadi harimau jadi-jadian, kedua orang tua itu diberi tugas menjaga bende Kiai Pradah dan wayang kesayangan Pangeran Prabu.
Pusaka gong Kiai Pradah dan wayang disimpan di sebuah tempat khusus yang diberi nama sanggar. Siapapun yang berani mencuri akan dikereg (dimangsa) oleh harimau Lodoyo.
Dalam perjalanannya, banyak orang-orang Jawa yang kaya berkepentingan dengan sanggar. Untuk mengamankan benda yang paling berharga, banyak orang Jawa kaya, yakni khususnya di sekitar Lodoyo melakukan ritual di sanggar. Mereka menyebutnya ritual nyanggarake.
Dengan ritual nyanggarake mereka meyakini benda paling berharga itu akan aman lantaran dijaga harimau Lodoyo. Mereka percaya orang-orang jahat tidak akan berani mencurinya.
“Seandainya barang berharga yang disanggarkan dicuri orang, si pencuri pasti mati karena dikereg (diterkam) harimau Lodoyo,” demikian dilansir dari Kisah Brang Wetan Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan.