Banyaknya ritual tradisi di masyarakat sekitar hutan Lodoyo membuat kawasan hutan itu semakin angker. Tidak ada yang berani mengganggu harimau di hutan Lodoyo karena takut diganggu harimau jadi-jadian.
Hal itu membuat populasi harimau di hutan Lodoyo Blitar begitu tinggi dan kabar itu terkenal seantero pulau Jawa. Populasi harimau Lodoyo perlahan menyusut setelah tradisi Rampogan Macan yang sebelumnya terpusat di Yogyakarta bergeser ke Jawa Timur, yakni berlangsung pasca tahun 1860.
Rampogan Macan kerap digelar alun-alun Blitar dan Kediri dan mengakibatkan banyak harimau yang mati dan sebagian besar berasal dari hutan Lodoyo.
Sejarawan asing Peter Boomgard dalam Death to The Tiger menyebut, turunnya angka harimau mati akibat populasinya yang merosot drastis. Sebagian diantaranya disebabkan tradisi Sima Maesa dan Rampogan Macan.
Pada periode waktu 1830-1860, rata-rata 1.250 ekor harimau mati dibunuh setiap tahunnya. Pada tahun 1900, jumlah rata rata macan yang mati dibunuh 400 ekor setiap tahun. Mulai tahun 1923 tradisi Rampogan Macan menghilang dari wilayah Blitar dan Kediri.
Namun kendati demikian, cerita tentang keangkeran hutan Lodoyo Blitar dengan harimaunya masih terjaga hingga kini.
(Fakhrizal Fakhri )