Penasihat Pusat Studi Ekstremisme Eropa yaitu Maung Zarni mengungkapkan bahwa ARSA bukanlah teroris yang bertujuan untuk menyerang jantung masyarakat Myanmar melainkan ARSA lahir akibat dari kekerasan atau genosida yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Rohingya.
Aziz Khan seorang Rohingya yang tinggal di kotapraja Maungdaw mengatakan bahwa militer dan pemerintahan sipil melakukan ‘penyebaran rasa takut’ dan ‘tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kelompok tersebut memiliki hubungan dengan kelompok teroris mana pun’.
Aziz Khan juga menjelaskan bahwa orang-orang yang tergabung di ARSA tidak mempunyai perlengkapan yang baik. Mereka hanyalah memiliki tongkat, pedang dan senjata yang mereka sita dari pos-pos militer dan tidak ada bom.
ARSA mengatakan bahwa kelompoknya tidak memiliki hubungan dengan al-Qaeda atau organisasi paramiliter yang bertujuan mengurangi pengaruh luar terhadap kepentingan Islam, Negara Islam Irak dan Levant (ISIS), Lashkar-e-Taiba atau kelompok teroris lainnya.
Maung Zarni berpendapat bahwa ARSA bukan gerakan separatis atau kelompok yang menginginkan negara Islam. Mereka hanya menginginkan kesetaraan etnis dan perdamaian. Pendapat Maung Zarni ini pun didukung oleh Direktur Program Asia di ICG, Anagha Neelakantan, yang menyebutkan bahwa ARSA hanya sedang berjuang melindungi etnis Rohingnya dan tidak ada maksud lain.
(Susi Susanti)