Mereka menyatakan bersetia kepada kolonial Belanda karena faktor tidak memiliki kebebasan dan ketakutan.
Pertemuan dengan para bupati kembali dilakukan di sekitar wilayah Kota Padangan (sekarang Bojonegoro Jawa Timur) pada November 1825. Petinggi kolonial Belanda Van Lawick berhasil membujuk 13 bupati Madiun Raya.
Satu dari tiga Bupati Magetan yang ikut bergabung, yakni Raden Tumenggung Sosrowinoto III (1810-1837). Sosrowinoto III merupakan bupati yang diangkat Diponegoro.
Ia gagal mempengaruhi Kertodirjo dan Mangunnegoro. Termasuk Bupati Surodirjo dari Keniten juga tetap bersetia dengan gerakan perlawanan Pangeran Diponegoro.
Meski dikhianati oleh para bupati yang pernah segaris, Kertodirjo tetap tegas menyatakan tidak ada pemimpin yang pantas diikuti selain Diponegoro. Sikap Kertodirjo membuat 13 bupati yang bersetia kepada kolonial Belanda, ketakutan.
Kolonial Belanda mengerahkan kekuatan besar-besaran. Sebanyak 400 serdadu bersenjata lengkap diterjunkan. Kekuatan tempur diperkuat dengan dua artileri yang didatangkan dari Surabaya.
Kekuatan bersenjata bersiaga penuh di wilayah Jogorogo dan Ponorogo. “Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengamankan Ngawi”.
Pertempuran dahsyat tidak terelakkan. Dalam catatan Belanda, para pemberontak kehilangan sekitar 60 orang. Pada akhir tahun 1825, kolonial Belanda berhasil menguasai kembali Madiun Raya.
(Erha Aprili Ramadhoni)