Kini negara ini menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di kawasan ini, bahkan melampaui negara tetangganya, India. Pendapatan per kapita negara ini meningkat tiga kali lipat dalam satu dekade terakhir dan Bank Dunia memperkirakan lebih dari 25 juta orang telah berhasil keluar dari kemiskinan dalam 20 tahun terakhir. Negara ini juga merupakan produsen garmen terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Namun perekonomian mengalami gejolak pada pertengahan tahun 2022 menyusul pandemi dan perlambatan ekonomi global.
'Apa intinya?' tanya para pemilih yang kecewa menjelang pemungutan suara
Dengan meningkatnya inflasi dan persyaratan pinjaman IMF yang diperlukan sebelumnya, pemerintah mungkin akan kesulitan mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan masyarakat.
Tekanan internasional juga mulai muncul.
Pada September tahun lalu, Washington mulai memberlakukan pembatasan visa terhadap pejabat Bangladesh yang dianggap bersalah karena mengganggu proses pemilu demokratis di negara tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi internasional lainnya juga telah menyatakan kekhawatirannya atas pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan terhadap perbedaan pendapat.
Namun Hasina sadar bahwa selama India mendukungnya, ancaman sanksi besar apa pun dari Barat dapat diatasi.
Negara-negara maju juga menyadari bahwa pencabutan konsesi terhadap industri garmen Bangladesh akan berdampak buruk pada jutaan pekerja, yang sebagian besar adalah perempuan.
Hasina pertama kali menjadi perdana menteri negara itu pada 1996. Ia terpilih kembali pada 2009 dan terus berkuasa sejak saat itu, menjadikannya pemimpin yang paling lama menjabat dalam sejarah Bangladesh.
Pada akhir masa jabatannya sebagai perdana menteri, ia akan berusia 81 tahun. Siapa yang akan menggantikannya merupakan pertanyaan besar bagi banyak orang di Bangladesh, termasuk para pendukung Liga Awami.
Seperti yang dikatakan beberapa analis, hasil pemilu sudah jelas, namun masa depan terlihat tidak pasti.
(Susi Susanti)