YAMAN – Amerika Serikat (AS) mulai melancarkan serangan udara pada Jumat (2/2/2024) di Irak dan Suriah diikuti pada Sabtu (3/2/2024) dengan serangan gabungan dengan Inggris terhadap 36 sasaran Houthi di Yaman.
Ledakan tersebut menerangi langit malam di selatan ibu kota Sana'a, dan seorang aktivis hak asasi manusia dan penduduk setempat mengatakan kepada BBC bahwa rumah-rumah berguncang.
Hal ini menyusul serangan berkelanjutan yang dilakukan militan Houthi terhadap kapal pelayaran di Laut Merah yang memaksa perusahaan pelayaran besar menghindari jalur air tersebut.
Para pejabat Houthi memberikan nada menantang dalam menanggapi serangan yang dipimpin AS dan berjanji untuk menanggapinya.
Pada Minggu (4/2/2024), juru bicara militer kelompok tersebut, Yahya Sarea, menulis hal itu di X.
“Serangan-serangan ini tidak akan menghalangi kita dari sikap moral, agama, dan kemanusiaan dalam mendukung ketahanan rakyat Palestina di Jalur Gaza dan tidak akan dibiarkan begitu saja atau tidak dihukum,” cuitnya.
Pembalasan Amerika juga menuai kecaman dari negara-negara lain di kawasan, termasuk pemerintah Irak dan Suriah.
“Tidak ada peringatan yang diberikan selama serangan atau malam serangan,” terang Farhad Alaaldin, penasihat senior Perdana Menteri (PM) Irak, mengatakan kepada program Newshour BBC pada Minggu (4/2/2024) tentang serangan pada Jumat (2/2/2024).
Dia menambahkan bahwa masalah peringatan atau tidak ada peringatan tidak ada bedanya dengan fakta bahwa Irak adalah negara berdaulat”.