Dituduh Mata-Mata, Penulis Australia Dijatuhi Hukuman Mati yang Ditangguhkan di China

Susi Susanti, Jurnalis
Senin 05 Februari 2024 15:44 WIB
Penulis Australia dihukum mati yang ditangguhkan di China karena dituduh mata-mata (Foto: X)
Share :

CHINA - Penulis Australia Yang Hengjun telah dijatuhi hukuman mati yang ditangguhkan oleh pengadilan China atau Tiongkok. Hukuman ini diputuskan lima tahun setelah dia ditangkap dan dituduh melakukan kegiatan mata-mata.

Menurut pejabat Australia, hukuman tersebut dapat diubah menjadi penjara seumur hidup setelah dua tahun.

Dr Yang, seorang cendekiawan dan novelis yang menulis blog tentang urusan Tiongkok, membantah tuduhan tersebut, yang belum dipublikasikan.

Pemerintah Australia mengatakan mereka “terkejut” dengan keputusan Beijing.

“[Kami] akan mengkomunikasikan tanggapan kami dengan cara yang paling kuat,” kata Menteri Luar Negeri Penny Wong dalam sebuah pernyataan pada Senin (5/2/2024).

“Semua warga Australia ingin melihat Dr Yang bersatu kembali dengan keluarganya. Kami tidak akan menyerah dalam advokasi kami,” lanjutnya.

Dr Yang, yang sebelumnya bekerja di Kementerian Keamanan Negara Tiongkok, dijuluki sebagai "penjaja demokrasi", namun tulisannya sering menghindari kritik langsung terhadap pemerintah.

Pria berusia 57 tahun itu dicegat di bandara Guangzhou pada Januari 2019 dan dituduh melakukan spionase. Kasusnya sebagian besar terungkap secara tertutup sejak saat itu, termasuk persidangan rahasia pada 2021.

Para pejabat Australia sebelumnya telah menyampaikan kekhawatirannya, namun Kementerian Luar Negeri Tiongkok telah memperingatkan mereka untuk tidak ikut campur dalam kasus ini, dan menghormati kedaulatan peradilan negara tersebut.

Dr Yang telah menjadi sasaran "lebih dari 300 interogasi" dan "enam bulan penyiksaan hebat" selama dalam tahanan.

Duta Besar Australia untuk Tiongkok sebelumnya menuduh Tiongkok secara sewenang-wenang menahan Dr Yang, dan para pendukungnya mengatakan bahwa ini adalah “penganiayaan politik”.

“Dia dihukum oleh pemerintah Tiongkok karena kritiknya terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok dan pembelaannya terhadap nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum,” terang temannya, akademisi Sydney Feng Chongyi, kepada BBC dalam sebuah pernyataan.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya