Selain menyalurkan hak pilihnya, warga masyarakat juga berkewajiban untuk menciptakan kondisi yang kondusif saat Pemilu dan masa setelah Pemilu. Apapun hasil yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu beserta pihak-pihak terkait harus diterima dan diakui sebagai sebuah proses demokrasi yang beradab.
“Tidak mungkin semuanya menang. Karena setiap kompetisi harus ada yang menang dan ada juga yang kalah. Semua ini bisa menjadi proses pendewasaan bangsa Indonesia yang sepakat mengusung nilai-nilai demokrasi,” katanya.
Perbedaan pilihan dalam demokrasi lanjutnya menjadi sebuah keniscayaan. Dengan melewati proses keragaman dalam pilihan ini juga sekaligus mampu menjadi sebuah proses pendewasaan untuk memahami dan membiasakan diri dalam perbedaan.
“Elok dan indahnya Indonesia karena adanya keragaman yang sudah menjadi sunnatullah. Maka, Bhinneka Tunggal Ika menjadi prinsip warisan leluhur yang harus dipegang erat,” ajaknya.
Terlebih, ia menyebut bahwa gen yang telah diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia adalah gen moderat dan toleran. Gen ini yang sudah terbukti oleh sejarah mampu menyatukan bangsa Indonesia sampai dengan saat ini.
“Gen saling menghormati perbedaan pilihan ini yang harus dipegang kuat,” katanya.
Dengan adanya perkembangan teknologi berupa media sosial, Prof Mukri mengajak bangsa Indonesia untuk menghindari penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pembunuhan karakter, dan hal-hal negatif lainnya. Jika ini dilakukan, khususnya pada momentum Pemilu, maka menurutnya bisa mengikis gen moderat yang selama ini tertanam kuat.
“Mari hindari menyebarkan hoaks dan wujudkan pesta demokrasi Pemilu 2024 yang damai dan bermartabat,” ujarnya.
Pada Pemilu serentak 2024 ini, masyarakat Indonesia akan memiliki Capres dan Cawapres, DPD, dan DPR mulai dari pusat sampai daerah. Pemilu tahun ini akan diikuti oleh 24 partai politik dan yang terdiri dari 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal Aceh.
(Arief Setyadi )