JAKARTA - Kapolres Metro Jakarta Timur, Konbes pol Nicholas Ary Lilipaly menyampaikan adanya ancaman pidana bagi para pelaku yang bermain petasan. Ia mengatakan ancaman pidana tersebut dilandaskan pada daya ledak yang ditimbulkan petasan tersebut.
Nicholas mengatakan, masyarakat yang bermain petasan memang biasanya dijerat oleh pasal tindak pidana ringan. Namun mengingat adanya daya ledak petasan yang menimbulkan kebakaran, ia mengatakan hal itu pun berpotensi dijerat pasal hukum pidana.
"Untuk sementara ini, memang petasan itu berdasarkan Undang-Undangnya itu dilihat tergantung daya ledaknya. Kita antisipasi agar jangan sampai terjadi kebakaran," jelas Nicholas kepada wartawan, Minggu (17/3/2024).
Nicholas menuturkan, petasan yang memiliki daya ledak besar pun dapat dikategorikan sebagai bahan peledak yang berbahaya.
"Tetapi untuk daya ledaknya itu juga dilihat, apakah daya ledaknya itu low, middle atau high. Apakah merusak atau tidak," jelas Nicholas.
Ia mengatakan Polres Metro Jakarta Timur pun sudah melakukan razia petasan pada awal-awal bulan suci Ramadhan. Salah satu tempat yang dilakukan razia petasan, lanjut Nicholas, adalah di daerah Jatinegara.
"Kita sudah melakukan razia petasan kemarin dengan empat pillar termasuk pihak kecamatan Jatinegara. Kita lakukan razia yang terindikasi tempat jualan ataupuan produk petasan, tetapi hasilnya nihil," lanjut Nicholas.
Sekadar informasi, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto mengeluarkan maklumat larangan selama bulan suci Ramadhan 1445 Hijriah atau pada Tahun 2024 ini. Adapun larangan tersebut dikeluarkan agar menjadi maklumat bagi keamanan dan ketertiban masyarakat selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Adapun larangan kegiatan yang dilakukan dalam bulan suci Ramadhan ini, sebagai berikut:
1. Larangan berkonvoi kendaraan seperti Sahur On The Road (SOTR) tanpa pertimbangan petugas Kepolisian (pasal 134 huruf g Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan);
2. Dilarang Bermain petasan atau Kembang Api (Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1952);
3. Dilarang berkumpul atau berkerumun sembari menunggu berbuka puasa (ngabuburit) dan sahur yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Contoh, balap liar dan tawuran.
(Angkasa Yudhistira)