Berbicara kepada BBC pada hari Rabu, kepala delegasi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Haiti, Marisela Silva, mengatakan bahwa hampir 90% ibu kota Port-au-Prince, kini dikendalikan oleh atau di bawah pengaruh dari kelompok bersenjata.
Silva menggambarkan bagaimana terjadi pergeseran kekerasan dalam beberapa pekan terakhir ketika kelompok-kelompok bersenjata yang bersaing tampaknya bersatu dan kini lebih menyerang polisi, bukan satu sama lain.
Dia memperingatkan bahwa masyarakat terjebak dalam baku tembak. Dengan banyaknya ibu kota yang berada di bawah kendali geng, akses terhadap layanan darurat hampir tidak ada.
“Hanya ada dua ambulans yang mampu beredar di sekitar wilayah yang terkena dampak kekerasan bersenjata,” katanya.
Operasi bantuan di ibu kota juga terhambat oleh penyergapan di sepanjang jalur akses utama.
Silva mengatakan ICRC berhasil mendapatkan akses pasokan medis setelah operasi yang sangat kompleks yang mencakup dialog dengan berbagai kelompok bersenjata.
“Kita harus mampu memberikan apa yang dibutuhkan oleh mereka yang berada di lapangan,” tegasnya, mengakui bahwa meskipun pendekatan ICRC yang netral dan tidak memihak telah berhasil membangun kepercayaan, tidak selalu mungkin untuk mendapatkan akses ke wilayah yang dikuasai oleh kelompok bersenjata.
“Kami tidak memiliki perlindungan bersenjata, satu-satunya cara kami mencegah insiden keamanan adalah melalui dialog dengan semua pihak,” lanjutnya.
Ketua delegasi Haiti mengatakan bahwa dia khawatir situasi kemanusiaan di Haiti akan semakin memburuk karena semakin banyak orang yang mengungsi dan kesulitan mengakses air minum yang aman, makanan, dan bahkan layanan kesehatan paling dasar.
“Haiti rentan terhadap epidemi, seperti kolera. Jika tidak ada air bersih, jika tidak ada kebersihan minimum, maka ada risikonya,” dia memperingatkan.
(Susi Susanti)