PALESTINA – Permohonan Otoritas Palestina (PA) berharap bisa menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Harapan ini masih harus menunggu pemungutan suara yang dilakukan PBB nantinya.
Lalu apakah syarat yang harus dilakukan Palestina agar bisa menjadi anggota penuh PBB? Salah satu syaratnya yakni harus disetujui oleh Dewan Keamanan (DK) PBB. Dalam hal ini, Amerika Serikat (AS) dapat memberikan hak veto dan kemudian setidaknya dua pertiga dari 193 anggota Majelis Umum.
Adapun misi AS untuk PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar yang diberikan Reuters.
Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan bahwa Otoritas Palestina belum memenuhi kriteria yang disyaratkan untuk menjadi negara dalam upayanya pada tahun 2011 untuk menjadi anggota penuh PBB dan hanya melangkah lebih jauh dari tujuan yang seharusnya dicapai sejak saat itu.
“Selain itu, siapa pun yang mendukung pengakuan negara Palestina pada saat seperti ini tidak hanya memberikan hadiah kepada teror, namun juga mendukung langkah-langkah sepihak yang bertentangan dengan prinsip perundingan langsung yang disepakati,” terangnya, dikutip Reuters.
Sebuah komite Dewan Keamanan menilai permohonan Palestina pada tahun 2011 selama beberapa minggu. Namun komite tersebut tidak mencapai posisi bulat dan dewan tidak pernah melakukan pemungutan suara mengenai resolusi yang merekomendasikan keanggotaan Palestina.
Pada saat itu, para diplomat mengatakan Palestina tidak mempunyai dukungan yang cukup di Dewan Keamanan untuk memaksa Amerika Serikat melakukan veto, yang mengatakan mereka menentang tindakan tersebut. Sebuah resolusi memerlukan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari AS, Rusia, China atau Tiongkok, Prancis, atau Inggris untuk dapat diadopsi.
Alih-alih mendorong pemungutan suara di dewan, Palestina malah pergi ke Majelis Umum PBB untuk berusaha menjadi negara pengamat non-anggota. Majelis tersebut menyetujui pengakuan de facto atas negara berdaulat Palestina pada November 2012.
Hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai status negara Palestina sejak penandatanganan Perjanjian Oslo antara Israel dan Otoritas Palestina pada awal tahun 1990an. Salah satu hambatannya adalah perluasan pemukiman Israel.
Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas, menjalankan pemerintahan mandiri terbatas di Tepi Barat dan merupakan mitra Israel dalam Perjanjian Oslo. Hamas pada tahun 2007 menggulingkan Otoritas Palestina dari kekuasaan di Jalur Gaza.
Pemukiman Israel berisiko menghilangkan segala bentuk negara Palestina, kata kepala hak asasi manusia PBB Volker Turk bulan lalu. Dia mengatakan pemindahan penduduknya sendiri oleh Israel ke wilayah pendudukan merupakan kejahatan perang.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Februari lalu bahwa perluasan permukiman di Tepi Barat yang dilakukan Israel tidak sejalan dengan hukum internasional. Hal ini menandakan kembalinya kebijakan lama AS mengenai masalah ini yang telah dibatalkan oleh pemerintahan Donald Trump sebelumnya.
(Susi Susanti)