CAMBRIDGE – Lebih dari 1.000 lulusan Harvard melakukan aksi walk out dari upacara wisuda mereka pada pekan lalu dengan menerikkan “Bebaskan Palestina”. Aksi ini dilakukan sebagai protes atas keputusan universitas ternama itu untuk melarang 13 mahasiswa yang berpartisipasi dalam demonstrasi pro-Palestina untuk mendapatkan gelar mereka.
Dilaporkan Associated Press, beberapa siswa meneriakkan “Biarkan mereka berjalan, biarkan mereka berjalan,” pada upacara wisuda Kamis, (23/5/2028), menyerukan agar 13 siswa mahasiswa tersebut diizinkan untuk mendapatkan ijazah mereka bersama dengan sesama lulusan.
Pembicara mahasiswa Shruthi Kumar mengatakan bahwa “kebebasan berbicara dan ekspresi solidaritas mahasiswa dihukum”. Komentar itu disambut dengan sorak sorai dan tepuk tangan.
“Saya sangat kecewa dengan intoleransi terhadap kebebasan berpendapat dan hak pembangkangan sipil di kampus,” ujarnya.
Lebih dari 1.500 mahasiswa telah mengajukan petisi, dan hampir 500 staf dan dosen telah angkat bicara mengenai sanksi tersebut, katanya.
“Ini tentang hak-hak sipil dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi,” katanya.
Perkemahan protes oyang digelar mahasiwa menyerukan dilakukannya gencatan senjata di Gaza dan agar Harvard melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang mendukung perang tersebut.
Keputusan dewan pengurus tertinggi Harvard ini menyusul rekomendasi yang dikeluarkan pada Senin, (20/5/2024) oleh anggota fakultas yang mengizinkan ke-13 mahasiswa tersebut menerima gelar mereka meskipun mereka ikut serta dalam perkemahan tersebut.
Namun, dewan pengurus Harvard, Harvard Corporation, mengatakan bahwa masing-masing dari 13 orang tersebut terbukti melanggar kebijakan universitas dengan tindakan mereka selama protes di perkemahan.
“Dalam mengambil keputusan ini, kami mencatat bahwa ketentuan tegas dalam Buku Panduan Mahasiswa Harvard College menyatakan bahwa mahasiswa yang tidak memiliki reputasi baik tidak berhak mendapatkan gelar,” kata Corporation itu dalam pernyataan tertulisnya.
Pernyataan tersebut membuka kemungkinan proses banding.
Para pendukung mahasiswa tersebut mengatakan keputusan untuk tidak mengizinkan mereka menerima gelar sarjana melanggar perjanjian tanggal 14 Mei antara Presiden sementara Alan Garber dan koalisi Harvard Out of Occupied Palestine yang mengizinkan para mahasiswa tersebut untuk lulus.
Para pengunjuk rasa yang menentang perang antara Israel dan Hamas secara sukarela membongkar tenda mereka setelah mereka mengatakan para pejabat universitas setuju untuk mendiskusikan pertanyaan mereka tentang dana abadi tersebut, sehingga mengakhiri demonstrasi secara damai.
Kelompok tersebut mengeluarkan pernyataan pada Rabu, (22/5/2024) malam yang mengatakan keputusan tersebut membahayakan kehidupan 13 siswa pasca-kelulusan.
“Dengan menolak pemungutan suara fakultas yang demokratis, Korporasi telah membuktikan dirinya sebagai badan yang sepenuhnya tidak sah, dan Garber adalah presiden yang tidak sah, dan tidak bertanggung jawab kepada siapa pun di universitas,” kata kelompok tersebut.
“Tindakan hari ini telah menjerumuskan universitas lebih jauh ke dalam krisis legitimasi dan tata kelola, yang akan berdampak besar bagi Harvard dalam beberapa bulan dan tahun mendatang,” kata kelompok tersebut.
(Rahman Asmardika)