SOEHARTO naik tahta menjadi Presiden kedua RI setelah menggeser Sang Proklamator Kemerdekaan, Soekarno dari tampuk kekuasaan. Soeharto membangun pemerintahan dengan jargon Orde Baru yang otoriter dan berkuasa selama 32 tahun.
Soeharto merebut kursi pimpinan negara dari Soekarno lewat surat keramat Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966. Begini kisahnya.
Mulanya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menggelar Sidang Istimewa yang menghasilkan Ketetapan MPRS pada 7 Maret 1967.
Salah satu poin Ketetapan MPRS adalah mencabut kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno dan meninjau kembali ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis Besar Haluan Negara.
Setelah pidato pertanggungjawaban Soekarno di hadapan MPRS ditolak, Soeharto mendapat mandat sebagai Penjabat Presiden RI pada 1967.
Setahun kemudian, tepat pada pada 26 Maret 1968, Soeharto diresmikan menjadi Presiden RI.
Inilah awal mula tumbuhnya rezim Orde Baru, menumbangkan Orde Lama yang dibangun Soekarno. Soeharto membangun pemerintahan otoriter selama tiga dasawarsa hingga diturunkan paksa oleh mahasiswa pada 1998.
Meninjau kembali kronologi bagaimana Soeharto bisa menggugurkan Soekarno, Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar menjadi pijakan. Surat yang kini masih misterius itu jadi modal Soeharto, untuk kemudian “bermanuver” di parlemen.
Baru pada tanggal 10 Januari 1967, Soekarno menyampaikan “Nawaksara”, sebagai penjelasan peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S). Sayangnya MPRS tidak puas dan sementara Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR) pada 9 Februari ’67, menyampaikan resolusi:
“Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara dan Pancasila.”