PADANG - Badan Geologi, Kementerian ESDM memutuskan status Gunung Marapi di Sumatera Barat masih tetap di level Siaga atau Level III. Status itu diputuskan setelah periode evaluasi pada 16 sampai 22 Juni 2024. Teramati belum ada tanda-tanda penurunan aktivitas Gunung Marapi.
Berdasarkan laporan yang ditulis Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Hendra Gunawan, pengamatan secara visual Gunung Marapi mengeluarkan asap kawah utama berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tipis hingga tebal dan tinggi sekitar 150-500 meter di atas puncak.
“Terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu teramati 300-500 meter di atas puncak berwarna putih hingga kelabu,” tulisnya.
Begitu juga pengamatan instrumental, Hendra Gunawan menyampaikan, data kegempaan didominasi oleh gempa hembusan. Dari 16 sampai 22 Juni 2024 telah terekam 4 kali gempa erupsi atau letusan, 27 kali gempa hembusan, satu kali gempa tornillo, satu kali gempa low frequency, satu kali gempa vulkanik dangkal, tiga kali gempa vulkanik dalam, 13 kali gempa tektonik lokal, 17 kali gempa tektonik jauh, dan tremor menerus dengan amplitudo 0,5-2 mm (dominan 1 mm). Data grafik tiltmeter Stasiun Batu Palano berlanjut menurun (deflasi) baik pada sumbu tangensial maupun radial.
Saat ini kondisi Gunung Marapi, tulis Hendra, sejak dinaikkan dari Level (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung sejak tanggal 9 Januari 2024 pukul 18.00 WIB, serta Pasca erupsi utama 3 Desember 2023, erupsi-erupsi masih terjadi secara tidak kontinyu.
Perkembangan aktivitas Gunung Marapi sampai 23 Juni 2024, satu minggu terakhir tinggi hembusan asap dan kolom abu letusan maksimum 500 meter di atas puncak dan cenderung menurun bila dibandingkan dengan satu minggu sebelumnya.
“Gempa letusan terekam sebanyak 0-2 kali per hari, sedangkan gempa Hembusan terekam 0-12 kali per hari. Kejadian gempa-gempa permukaan ini masih berlanjut menurun sejak 10 Juni 2024,” katanya.
Sementara gempa-gempa yang berkaitan dengan tekanan dan pasokan magma dari kedalaman terutama gempa vulkanik dalam dan dangkal terekam rendah dan cenderung menurun bila dibandingkan dengan minggu sebelumnya.
“Gempa tektonik lokal di sekitar gunung masih terekam dengan jumlah harian yang fluktuatif. Energi seismik yang tercermin dari RSAM (Real-time Seismic Amplitude Measurement) berfluktuasi di sekitar basefine, dan tremor menerus masih terekam dengan amplitudo dominan 1 mm,” ujarnya.
Sedangkan grafik deformasi tiltmeter cenderung menunjukkan deflasi (pengempisan) pada tubuh gunungapi. Laju emisi (fluks) gas SO2 Gunung Marapi dari satelit sentinel yang berkaitan dengan pasokan magma tergolong rendah dan berfluktuasi di bawah 300 ton perhari sejak 26 April 2024. “Terakhir terukur 36 ton per hari pada tanggal 18 Juni 2024,” katanya.
Berdasarkan evaluasi data-data pemantauan di atas, secara umum aktivitas Gunung Marapi cenderung menunjukkan penurunan. Namun demikian aktivitasnya dapat berfluktuasi dan belum stabil secara konsisten, sehingga erupsi masih dapat berpotensi terjadi. “Oleh karena itu masih diperlukan waktu untuk melihat kestabilan dari aktivitas Gunung Marapi,” ujarnya.
Sementara potensi ancaman yang dapat terjadi adalah, jika pasokan magma dari kedalaman berlangsung kembali dan cenderung meningkat maka erupsi dapat terjadi dengan energi yang lebih besar dengan potensi atau ancaman bahaya dari lontaran material vulkanik berukuran batu (bom), lapili, atau pasir diperkirakan dapat menjangkau wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi dari kawah berbeek. “Sedangkan untuk potensi ancaman dari abu erupsi dapat menyebar lebih luas yang tergantung pada arah dan kecepatan angin,” katanya.
Material erupsi yang jatuh, kata Hendra, bisa terendapkan di bagian puncak dan lereng gunung yang dapat menjadi Iahar saat bercampur dengan air hujan. “Oleh karena itu terdapat potensi bahaya aliran banjir lahar pada lembah aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak gunung,” tulisnya.
Kemudian akan terdapat potensi bahaya dari gas-gas vulkanik beracun seperti gas CO2, CO, SO2, dan H2S di area kawah gunung api tersebut.
Dengan kondisi itu, merekomendasikan masyarakat dan pendaki atau pengunjung tidak melakukan kegiatan radius 4,5 kilometer dari puncak kawah. Masyarakat yang bermukim di sekitar lembah atau aliran atau bantaran sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung agar selalu mewaspadai bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.
Jika terjadi hujan abu maka masyarakat diimbau untuk menggunakan masker penutup hidung dan mulut untuk menghindari gangguan saluran pernapasan (ISPA), serta menggunakan perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit. “Selain itu agar mengamankan sarana air bersih serta membersihkan atap rumah dari abu vulkanik yang tebal agar tidak roboh,” ujarnya.
(Qur'anul Hidayat)