JAKARTA - Sebanyak 26 kerangka individu berusia ratusan ribu tahun silam atau purba ditemukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Puluhan kerangka purbakala tersebut ditemukan tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setelah melakukan eskavasi atau penggalian di situs Melolo, Sumba, NTT.
Demikian diutarakan Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB) BRIN, Retno Handini dalam talkshow "Prasejarah Austronesia di Sumba & Budaya Berkelanjutan" dikutip Kamis (11/7/2024).
"Ditemukan 26 kerangka individu yang berusia ratusan ribu tahun dan benda-benda kuno berbentuk kendi yang diukir," ujarnya.
Selain situs Melolo, BRIN juga melakukan eskavasi di situs Lambanapu, Sumba, NTT. Pada situs tersebut, kata Retno, ditemukan kuburan leluhur suku Sumba, berupa 52 makam leluhur dan 58 kuburan yang tidak ada wadah makamnya.
"Di sini juga ditemukan benda-benda peninggalan seperti cincin, mutiara, dan benda-benda berbentuk seperti kendi dari tanah liat yang ada hiasan atau ukirannya," sambungnya.
Retno menjelaskan, eskavasi tersebut dilakukan dalam rangka meneliti kekayaan peninggalan prasejarah Austronesia dan budaya berkelanjutan di Sumba. Ada tiga situs yang diteliti tim BRIN. Tiga situs tersebut yakni, Lambanapu, Mborombaku, dan Melolo.
Hasil penelitian tim BRIN menyimpulkan bahwa Pulau Sumba sudah dihuni manusia setidaknya sejak 2.800 tahun lalu dengan pertanggalan tertua di Situs Melolo.
"Sementara Situs Lambanapu dihuni sekitar 2.600 tahun lalu. Sedangkan Situs Mborombaku relatif lebih muda sekitar 1300 BP," kata Retno.
Lebih lanjut, kata Retno, di situs Mborombaku juga ditemukan sebuah lokasi dekat Sungai Kadahang, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur yang diperkirakan sebagai lokasi leluhur Sumba pertama kali mendarat.
"Kami menemukan juga peninggalan benda kuno berupa keramik seladon fujian Dinasti Yuan pada abad ke-13," tambah dia.
Sementara, terkait budaya berkelanjutan di Sumba yang masih bertahan hingga saat ini, Retno merinci di antaranya kubur batu (reti), sirih pinang, katoda, rumah adat, ritual tengi watu (tarik batu), ritual hamayang, dan ritual kematian.
"Tradisi budaya yang masih bertahan dan berkelanjutan di Sumba dikuatkan oleh kepercayaan asli mereka (Marapu), yang sangat menghormati leluhur dan mempertahankan ajaran nenek moyang dalam keseharian hidup mereka sampai saat ini," beber dia.
Kepala Pusat Riset ALMBB BRIN Marlon Ririmase menambahkan, prasejarah Austronesia merupakan salah satu bagian fundamental dalam riset arkeologi. Terutama, terkait asal-usul masyarakat dan budaya Nusantara.
"Ini menjadi variabel penting dalam keragaman budaya masyarakat tradisional Indonesia," ungkap Marlon.
Menurutnya, ada relasi erat antara migrasi penutur Bahasa Austronesia dalam kaitan dengan kawasan sekitar, yang terkait dengan pengetahuan dan tradisi maritim dan teknologi bahari tradisional masyarakat Indonesia.
"Hal seperti ini belum banyak muncul dalam temuan-temuan arkeologi di wilayah Sumba. Tetapi ini menjadi salah satu prospek dalam riset-riset ke depan yang bisa ditindaklanjuti," katanya.
(Fahmi Firdaus )