Kasus Pemerkosaan di Aceh Tertinggi Se-Indonesia, Kemendagri Diminta Setujui Revisi Qanun Jinayat

Salman Mardira, Jurnalis
Sabtu 13 Juli 2024 15:09 WIB
Algojo mencambuk pelanggar qanun tentang syariat Islam di halaman Masjid Teungku Imum Lueng Bata, Kota Banda Aceh. (Foto: Okezone.com/Salman Mardira)
Share :

JAKARTA - Aceh menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan kasus pemerkosaan terbanyak di Indonesia. Pemerintah Aceh menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menekan tingginya kasus kekerasan seksual, salah satunya dengan mendorong pemberatan hukuman bagi pelaku pemerkosaan melalui Revisi Qanun (Perda) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sudah merevisi Qanun Jinayat tersebut. Drafnya telah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat persetujuan pengesahan, tapi sudah lebih dua tahun lalu berlalu Kemendagri belum memberi jawaban.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Zahrol Fajri berharap Kemendagri segera memberi persetujuan agar Qanun Jinayat edisi revisi bisa diberlakukan di Aceh agar pelaku pemerkosaan bisa dihukum lebih berat sehingga memberi efek jera sekaligus pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan perbuatan serupa.

 BACA JUGA:

"Pemerintah Aceh dan DPRA sudah melakukan revisi Qanun Jinayat dengan point terpenting yaitu pemberatan ancaman hukuman bagi pelaku perkosaan yang sebelumnya hanya alternatif antara cambuk, penjara atau denda, menjadi akumulatif, setelah mendapatkan hukuman cambuk akan juga mendapatkan hukuman penjara. Jumlah cambuk dan durasi penjara juga bertambah bagi yang terbukti melakukan perkosaan," kata Zahrol kepada Okezone menyikapi tingginya kasus pemerkosaan di Aceh, Sabtu (13/7/2024).

"Hanya saja, sudah lebih dari dua tahun revisi qanun diajukan, masih belum mendapat persetujuan dari Kemendagri. Jadi percepatan lahirnya revisi Qanun Jinayat akan sangat berpengaruh (menekan kekerasan seksual)," lanjutnya.

Langkah lain dilakukan pemerintah Aceh untuk menekan tingginya kasus pemerkosaan adalah menyiapkan Qanun Hukum Keluarga. Tapi lagi-lagi qanun ini juga belum disetujui Kemendagri.

"Sebagai ikhtiar pemerintah Aceh dan DPRA juga sudah mengajukan qanun hukum keluarga yang diyakini akan dapat memperbaiki keutuhan kehidupan keluarga secara bertahap sehingga dapat membawa kestabilan dalam rumah tangga dan menurunkan angka kekerasan dan pelecehan. Akan tetapi rancangan qanun ini juga bernasib sama, sudah hampir lima tahun lebih qanun ini belum mendapat persetujuan pusat," ujar Zahrol Fajri.

 BACA JUGA:

Zahrol mengatakan pembenahan mental spiritual umat harus terus diupayakan secara bersama-sama agar tindak perkosaan atau kejahatan lainnya seperti penggunaan narkoba yang bisa jadi pemicu kekerasan seksual dapat dibendung.

Peningkatan intensitas pengawasan dan kualitas penindakan hukum, menurut dia, juga akan sangat berpengaruh terhadap upaya penurunan angka kejahatan seksual.

"Jika masyarakat beranggapan bahwa hukum sudah tidak lagi berwibawa maka cenderung kejahatan akan semakin bertambah karena ada anggapan akan ada jalan untuk mengelak dari konsekuensi hukum.

Kepedulian masyarakat di gampong terhadap sesama harus ditingkatkanh agar celah dan potensi terjadinya kejahatan akan dapat diantisipasi. Ini tentunya perlu kerjasama semua pihak untuk mensosialisasikannya," kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh ini.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya