JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kemenkes, BKPP, dan BPJS menemukan dugaan perbuatan curang atau fraud dalam program pelayanan kesehatan. Diduga, perbuatan curang itu merugikan keuangan negara mencapai Rp34 miliar.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, temuan tersebut berdasarkan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Dari rumah sakit tersebut, mereka secara khusus memonitor soal fisioterapi dan operasi katarak.
"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya gak ada di catatan medis," ujar Pahala dalam Diskusi Media Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN, Rabu (24/7/2024).
Terkait katarak, tim yang terdiri dari KPK, Kemenekes, BPKP, dan BPJS menemukan, 39 pasien yang diambil sampel, seharusnya hanya 14 orang yang layak untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah melakukan operasi katarak sebanyak 39 orang.
Atas temuan tersebut, KPK menyatakan akan fokus terhadap dua jenis fraud, yakni phantom billing dan medical diagnose.
"Bedanya, phantom billing orangnya gak ada terapinya gak ada, klaim nya ada. Kalau medical diagnose orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya," ujarnya.
"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini, yang kita angkat ke tim ini (KPK, Kemenkes, BPJS, dan BPKP) ada 3 RS gitu yang phantom billing saja, tiga (RS) ini melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen yang satu ada di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatera Utara itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan,"pungkasnya.
(Fahmi Firdaus )