JAKARTA – Pemerintah mengimbau kepada stasiun televisi agar menyiarkan azan magrib dalam format teks berjalan. Terutama saat menayangkan acara misa Kudus yang dipimpin Paus Fransiskus di GBK, Kamis (5/9/2024).
Imbauan ini lantas mengundang berbagai protes keras dari sejumlah kalangan yakni Front Persaudaraan Islam, GNPF Ulama, Persaudaraan Alumni 212. Mereka menyebut pemerintah sudah terjangkiti virus islamphobia dan intoleran terhadap keberadaan azan magrib dan ajaran islam.
Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli dan Juru Bicara Menteri Agama, Sunanto mengatakan bahwa tindakan ini justru telah sesuai dengan amanat undang-undang. Dimana memberikan ruang bagi agama-agama lain untuk menjalankan ibadah.
"Malah kita menjalankan amanat undang-undang, ini bukan soal Islam phobia yang kita minta imbauannya kan, kalau Islam phobia meniadakan semuanya bahkan tidak ada pemberitahuan dihentikan dan sebagainya,"kata Sunanto kepada Okezone, Rabu (4/9/2024).
"Kami hanya untuk menjalankan bagian dari toleransi agama mengimbau agar pemberitahuan azan hanya runing text tidak ada suara. Selama ini kan kepotong suaranya sehingga mengganggu aktivitas misanya,"sambungnya.
Dia pun kembali menegaskan bahwa hal ini bukan islamphobia. Melainkan menghargai ibadah agama lain dan memberikan kesempatan agar dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Ini menjadi solusi bagian dari salah satu dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin menghargai ibadah orang lain agamanya orang lain,”ujarnya.
“Bagaimana memberikan ruang agama yang sudah diajarkan dan ditentukan oleh undang-undang bahwa memberikan kesempatan bagi semua agama untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing,"tutupnya.
(Fahmi Firdaus )