JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap keterlibatan oknum petugas BNN dan Lapas Tarakan dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bandar narkoba jaringan internasional, Hendra Sabarudin. Mereka diduga turut membantu Hendra menyamarkan aset dari hasil bisnis narkotika.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba (Wadirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Kombes Arie Ardian Rishadi mengatakan bahwa ada tiga dari delapan tersangka TPPU tersebut merupakan oknum BNN dan petugas Lapas Tarakan.
"Iya tadi kan sudah disampaikan ada dua yang dari petugas lapas dan satu dari apa namanya, petugas dari BNN," kata Arie di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Namun, Arie masih enggan mengungkap identitas dan inisial petugas tersebut, sebab pihaknya masih melakukan pendalaman.
"Dalam pendalaman, masih dalam pendalaman dulu ya, jadi belum kita pastikan, tapi ini semuanya masih dalam proses pendalaman aliran dananya, yang jelas tadi sudah diamankan," katanya.
Polri menetapkan delapan orang sebagai tersangka TPPU karena telah membantu Hendra Sabarudin menyamarkan aset hasil penjualan narkoba. Hendra Sabarudin merupakan bandar narkoba jaringan Malaysia-Indonesia yang sudah divonis mati, tapi hukumannya kemudian diringankan jadi 14 tahun penjara. Hendra ditangkap pada 2020 dan kini statusnya sebagai narapidana Lapas Tarakan.
Adapun kedelapan tersangka itu adalah TR dan MA yang memiliki peran sebagai pengelola uang hasil kejahatan. Kemudian SJ berperan sebagai pengelola aset hasil kejahatan.
Lalu CA berperan membantu pencucian uang, AA berperan membantu pencucian uang, NMY berperan membantu pencucian uang, RO dan AY juga membantu dalam pencucian uang.
Diketahui, HS telah mengedarkan narkoba sejak 2017 hingga 2024, dengan total perputaran uang mencapai Rp2,1 triliun, termasuk hasil penjualan dari dalam lapas.
Kemudian sebagian uang hasil penjualan narkoba itu diberikan Hendra kepada komplotannya untuk disamarkan ke dalam aset bergerak maupun tidak bergerak, dengan total Rp221 miliar.
Atas perbuatan, komplotan Hendra Sabarudin dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Jo pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tidak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp20 miliar rupiah.
(Salman Mardira)