JAKARTA – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) siap mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) di Lebanon. Kemlu juga sudah membahas hal ini di rapat teknis pada hari ini, Kamis (26/9/2024), termasuk perkembangan situasi pasukan Tentara Nasional Indonsia (TNI) di UNIFIL serta pelindungan WNI.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu Judha Nugraha mengatakan jika keadaan semakin tereskalasi, pasukan TNI di UNIFIL siap memberikan dukungan proses evakuasi WNI di Lebanon. Semua proses ini dilakukan dengan tetap berkoordinasi melalui Force Commander UNIFIL.
Hingga saat ini terdapat 155 WNI di Lebanon. Jumlah ini hanya mencakup WNI sipil, tidak termasuk staf KBRI Beirut dan pasukan TNI di UNIFIL. Sejak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beirut menetapkan Siaga 1 untuk seluruh Lebanon, Kemlu dan KBRI telah memfasilitasi evakuasi 25 WNI. Sedangkan mayoritas lainnya memilih untuk tetap tinggal di Lebanon.
Seperti diketahui, lebih dari 600 orang dilaporkan tewas di seluruh Lebanon sejak Senin (23/9/2024), ketika Israel memulai serangan udara yang gencar untuk menghancurkan apa yang disebutnya sebagai infrastruktur yang dibangun oleh Hizbullah sejak terakhir kali mereka berperang pada tahun 2006.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 90.000 orang lainnya di Lebanon telah mengungsi, menambah 110.000 orang yang telah meninggalkan rumah mereka sebelum eskalasi. Hampir 40.000 orang tinggal di tempat penampungan di seluruh negeri.
Pertempuran lintas batas yang mematikan selama hampir setahun yang dipicu oleh perang di Gaza juga telah membuat sekitar 70.000 orang mengungsi di Israel utara, yang menurut pemerintah dan militer Israel ingin memastikan kepulangan mereka dengan aman.
Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Eropa (UE) telah menyerukan gencatan senjata sementara di Lebanon, menyusul meningkatnya pertempuran antara Israel dan Hizbullah. Blok yang beranggotakan 12 negara itu mengusulkan jeda pertempuran segera selama 21 hari untuk memberi ruang bagi diplomasi menuju penyelesaian diplomatik dan gencatan senjata di Gaza.
Dalam pernyataan bersama, mereka mengatakan permusuhan itu tidak dapat ditoleransi dan menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima dari eskalasi regional yang lebih luas yang tidak menguntungkan rakyat Israel atau Lebanon.
Hal itu terjadi setelah kepala militer Israel memberi tahu pasukan pada Rabu (25/9/2024) bahwa serangan udara besar-besaran di Lebanon yang menargetkan Hizbullah dapat membuka jalan bagi mereka untuk memasuki wilayah musuh.
(Susi Susanti)