KUPANG - Kemiskinan di Indonesia masih menjadi isu besar yang belum terselesaikan, meski berbagai kebijakan telah digulirkan untuk mengatasinya.
Beberapa pihak bahkan melihat kemiskinan sebagai sebuah proyek terstruktur yang dipelihara oleh sistem demi kepentingan tertentu.
Hal itu terungkap dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara : Kedaulatan Ekonomi yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (17/10/2024).
Ahli Patologi Sosial dari Universitas Indonesia, Ester Jusuf, mengungkapkan kemiskinan di beberapa wilayah terlihat sengaja dipertahankan.
"Wilayah yang miskin mungkin memang sengaja dibuat tetap miskin. Kita bicara tentang penghasilan, garis kemiskinan, sesuatu yang sangat politis. Ada banyak kasus orang sengaja memproyeksikan kemiskinan untuk kepentingan pribadi. Ini sudah menjadi gejala sosial, bahkan terstruktur," ujarnya.
Menurut Ester, kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari angka atau data statistik yang menunjukkan penurunan jumlah orang miskin.
Ia menekankan pentingnya melihat realita yang dihadapi masyarakat, termasuk ketersediaan kebutuhan dasar seperti makanan, kesehatan, dan akses pendidikan.
"Kita harus menggali pada faktanya, pada keadaan sesungguhnya. Bukan pada saat menganggap bahwa berhasil membuat 75 persen rakyat Indonesia tidak miskin, tapi lihat apakah bangsa kita sudah tidak mengalami kelaparan, tubuhnya tidak ada berbagai penyakit, pikirannya bisa jernih logis mempertahankan kepentingannya," tambah Ester.
Sosiolog Pembangunan Pedesaan Charles Beraf mengatakan pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk melawan pemiskinan yang sistemik.
Charles menceritakan pengalaman di Keo Tengah, Flores, di mana para petani kakao yang dulu bergantung pada tengkulak kini mulai memproduksi cokelat batangan sendiri melalui pemberdayaan masyarakat lokal.