Sutan Sjahrir hingga Bung Hatta Potret Keteladanan Moral dan Etika

Arief Setyadi , Jurnalis
Minggu 03 November 2024 07:39 WIB
Diskusi bertajuk Memperkokoh Etika Penyelenggara Negara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara (Foto: Ist/Okezone)
Share :

Selain itu, Amich menyebutkan pentingnya keteladanan sebagai bagian tak terpisahkan dari jabatan publik, merujuk pada sosok seperti Ir. Sutami dan Sultan Hamengku Buwono IX yang memilih hidup sederhana meski berada di posisi tinggi. Menurutnya, para tokoh tersebut bukti bahwa etika publik bukanlah konsep abstrak.

Sejalan dengan Amich, Iwan Pranoto, Guru Besar ITB, mengingatkan bahwa keteladanan harus dimulai dari setiap individu, bukan hanya dari pemerintah. "Siapa yang memberi keteladanan? Apakah kita harus menunggu penguasa memberikan teladan? Menurut saya, tidak. Itu terlalu lama,” ujarnya.

Iwan menyoroti pendidikan karakter yang menurutnya terlalu fokus pada aspek material seperti kurikulum dan buku teks, tanpa menekankan hasil nyata yang diperoleh. “Yang harus dibenahi adalah diri kita masing-masing,” imbuhnya.

Ia menekankan bahwa etika publik harus didasarkan pada kemampuan bernalar kritis agar masyarakat tidak hanya mengikuti tindakan tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Sementara itu, Dosen Universitas Sanata Dharma, Johanes Haryatmoko, menilai bahwa keteladanan adalah cara pengajaran yang efektif. “Teladan dan contoh tidak menggurui. Ketika kita membaca novel atau menonton film, kita bisa mengambil paradigma kehidupan tanpa merasa digurui,” katanya.

Haryatmoko mengusulkan cara-cara yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam penilaian etika publik, seperti sistem penilaian kinerja pelayanan publik oleh warga. Ia juga menekankan bahwa Pancasila harus dijabarkan dalam indikator konkret agar dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

“Nilai-nilai Pancasila itu jangan menjadi nilai yang abstrak,” katanya.

Meski begitu, Haryatmoko mengingatkan bahwa pola pikir instan masih menjadi tantangan besar dalam membentuk karakter yang kuat. Budaya masyarakat yang ingin cepat terkenal menunjukkan bahwa etika dan keteladanan seringkali dianggap sebagai sesuatu yang instan, padahal pembentukan karakter memerlukan proses panjang dan konsisten.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya