JAKARTA – Republik Estonia, adalah sebuah negara indah yang memiliki latar belakang sejarah unik. Negara bekas Uni Soviet ini memperoleh kemerdekaan dengan perjuangan yang panjang dan melalui cara yang tidak biasa.
Jejak perjuangan Estonia dimulai sejak 1208, saat Estonia dijajah oleh misionaris Jerman di tanah mereka sendiri. Selama pendudukan ini, orang Jerman Baltik atau misionaris Jerman membentuk birokrasi penguasa lokal, sementara penduduk asli Estonia pada dasarnya tetap menjadi budak.
Penjajahan Jerman Baltik berlangsung selama kurang lebih 19 tahun hingga 1227, sebelum kemudian Estonia berada dio bawah kekuasaan Ordo Teutonik selama beberapa abad. Kemunduran Ordo Teutonik pada 1410, menyebabkan Estonia diambil alih kekuasaan oleh Jerman dan menjadikannya target upaya invasi dari negara-negara Eropa lainnya.
Para bangsawan Estonia pada masa itu meminta perlindungan kepada Swedia dengan imbalan kendali atas tanah kekuasaan mereka.
Kekuasaan Swedia di Estonia, yang bermula dari kemenangan dalam Perang Livonia melawan Rusia pada 1583, berlangsung selama 127 tahun. Pada 1710, Kekaisaran Rusia balik mengalahkan Swedia pada Perang Narva dan kembali mengambil alih kekuasaan atas Estonia.
Pada 1860-an, penghapusan sistem perbudakan dan tersedianya pendidikan di Estonia memulai “Kebangkitan Besar” yang ditandai dengan berkembang dan meningkatnya minat terhadap bahasa, sastra, musik, serta gerakan nasionalis Estonia. Selama dekade ini, epik nasional "Kalevipoeg" diterbitkan dan festival lagu pertama, yang disebut sebagai Laulupidu, digelar pada 1869.
“Kebangkitan Besar” ini merupakan bentuk keinginan orang Estonia untuk menentukan nasib mereka sendiri secara nasional.
Pada 15 Maret 1917, peristiwa besar terjadi di Kekaisaran Rusia, saat Tsar Nikolai III turun takhta di tengah kekacauan atas keterlibatannya pada Perang Dunia I. Ini memicu aksi revolusi di Kekaisaran Rusia yang berujung pada penggulingan pemerintahan oleh kaum Bolshevik pada 23 Oktober hingga 8 November 1917.
Estonia sendiri diduduki tentara Jerman pada 4 Maret 1918, akan tetapi, kekalahan Jerman pada akhir Perang Dunia I memaksa tentara Jerman meninggalkan Estonia pada November 1918. Selepas kepergian tentara Jerman, Bolshevik yang kini menguasai Rusia menyerbu Estonia pada 28 November 1918 dan menempatkannya di bawah kekuaaan apa saat ini dikenal sebagai Uni Soviet.
Pada akhir 1980-an, Uni Soviet, yang merupakan salah satu negara adidaya dunia mulai menunjukkan keruntuhan. Pada saat inilah orang-orang Estonia kembali bergerak untuk menuntut hak kemerdekaan mereka.
Lagu telah lama menjadi bentuk ekspresi orang Estonia, sebuah cara untuk tetap mempertahankan karakter nasional mereka sebagai sebuah negara dalam menghadapi dominasi negara asing. Langkah ini disebut sebagai Revolusi Bernyanyi yang merupakan proses dari pembentukan kembali kemerdekaan Estonia pada 1991.
Pada 1947, selama festival Laulupidu yang diadakan setelah pendudukan Soviet, Gustav Ernesaks menulis sebuah lagu yang disusun berdasarkan lirik puisi nasional berusia seabad yang ditulis oleh Lydia Koidula, “Mu isamaa on minu arm” (“Tanah Para Ayahku, Tanah yang Kucintai”). Lagu ini secara ajaib lolos dari sensor Soviet, dan selama lima puluh tahun menjadi pernyataan musikal dari keinginan setiap orang Estonia untuk mendapatkan kebebasan.
Pada 1988, sebanyak 300.000 orang, sepertiga dari populasi Estonia berkumpul di Song Festival Grounds di luar ibu kota Tallinn. Hingga saat ini, penduduk setempat masih ingat dengan jelas saat mereka keluar untuk menyanyikan lagu-lagu patriotik sambil mengenakan kostum rakyat yang dijahit bertahun-tahun sebelumnya oleh nenek mereka.
Mereka bergandengan tangan, membentuk rantai Baltik (Rantai manusia) Bersama orang-orang Latvia dan Lithuania yang membentang sejauh 400 mil dari Vilnius, Lithuania ke Rīga, Latvia hingga Tallinn. Pertumpahan darah tidak membuat orang Estonia gentar untuk terus bernyanyi menuntuk hak kemerdekaan mereka.
Revolusi Bernyanyi yang damai dan tanpa kekerasan ini berlangsung selama lima tahun, dan pada akhirnya, rakyat Estonia memperoleh kebebasan mereka.
Semangat dalam Revolusi bernyanyi terus berlanjut di Estonia. Song Festival Grounds rutin dilaksanakan setiap 5 tahun sekali yang dihadiri lebih dari 25.000 penyanyi dan 100.000 penontondi Amfiteater yang dibangun pada 1959 dan telah ditetapkan sebagai monumenn nasional Republik Estonia.
(Rahman Asmardika)