JAKARTA - Asas dominus litis adalah prinsip hukum yang memberikan kewenangan penuh kepada jaksa sebagai pengendali utama dalam proses penanganan perkara pidana, mulai dari tahap penyidikan hingga eksekusi putusan.
Rektor Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Medan, Maidin Gultom, mengatakan, dominus litis merupakan prinsip hukum yang menegaskan bahwa pihak tertentu memiliki kendali penuh atas proses litigasi.
“Dalam konteks hukum acara pidana, asas ini umumnya melekat pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai pemegang otoritas utama untuk mengendalikan jalannya penuntutan, mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga upaya hukum,”ujar Maidin, Rabu (19/2/2025).
Prinsip ini kata dia, bertujuan menjamin kepastian hukum dan efektivitas penegakan keadilan, dengan menempatkan JPU sebagai "penguasa perkara" yang bertanggung jawab atas keputusan strategis dalam proses hukum.
Dia melanjutkan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), diatur melalui UU Nomor 8 Tahun 1981, asas dominus litis tercermin dalam beberapa ketentuan: Berkaitan dengan Kewenangan Penyidikan dan Penuntutan (Pasal 14 KUHAP) yang menentukan bahwa JPU berwenang mengarahkan penyidikan oleh penyidik dan memutuskan apakah suatu kasus layak dilimpahkan ke pengadilan. Berkaitan dengan Pemberhentian Penuntutan yang menentukan bahwa JPU memiliki hak absolut untuk menghentikan penuntutan berdasarkan alasan hukum atau kebijakan.
“Berkaitan dengan upaya hukum (Pasal 244 KUHAP) ditentukan bahwa JPU berwenang mengajukan kasasi atau peninjauan kembali (PK), mencerminkan kontrol atas proses hukum setelah putusan pengadilan,”ujarnya.
Dapat ditegaskan bahwa JPU tidak hanya bertindak sebagai pihak penuntut, tetapi juga sebagai "guardian of public interest" yang wajib memastikan proses hukum berjalan adil dan efisien.
“Dalam konteks sistem peradilan pidana, jaksa memiliki peran sentral dalam menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan.”kata Maidin.
“Akibatnya, peran jaksa sebagai pengendali perkara sering kali terbatas, terutama dalam melakukan supervisi terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, yang berdampak pada efektivitas penanganan perkara pidana,”sambungnya.