Eksistensi Asas Dominus Litis dalam Penegakan Hukum Indonesia

Fahmi Firdaus , Jurnalis
Rabu 19 Februari 2025 11:56 WIB
Rektor Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Medan, Maidin Gultom
Share :

Misalnya, hakim tidak dapat memaksa JPU melanjutkan penuntutan yang dihentikan tanpa alasan jelas. Dapat terjadi Risiko Abuse of Power dimana kewenangan deponering yang tidak transparan berpotensi digunakan untuk melindungi kepentingan politik atau koruptor. Reformasi dalam RUU KUHAP berupaya memitigasi risiko ini melalui mekanisme persetujuan pengadilan.

“Kemudian ada kemungkinan terjadinya ketegangan dengan hak tersangka atau korban. Meski RUU memperkuat hak korban, dominasi JPU tetap berpotensi mengabaikan suara korban dalam kasus tertentu, seperti kekerasan seksual atau korupsi,”tuturnya.

Mengantisipasi hal-hal ini diatur tentang Peran Korban dalam Proses Hukum (Pasal 98 RUU KUHAP) ditentukan bahwa Korban atau ahli warisnya diberi hak mengajukan keberatan (revisi) terhadap keputusan JPU untuk menghentikan penuntutan. Ini mengakomodasi prinsip keadilan restoratif dan mengurangi dominasi mutlak JPU.

Oleh karena itu, perlu adanya penguatan pengawasan Lembaga Yudisial, dimana RUU mengatur mekanisme pengawasan oleh Komisi Yudisial dan Ombudsman terhadap kinerja JPU.

“Terutama dalam kasus yang melibatkan pelanggaran HAM berat atau kepentingan publik di samping itu diatur Integrasi Asas Dominus Litis dengan Sistem Elektronik. RUU mengatur penggunaan teknologi informasi dalam pelaporan dan pelacakan proses hukum untuk meningkatkan transparansi kewenangan JPU ,”pungkasnya.

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya