Melihat Pasal 1 ayat (6) KUHAP, tentu kita ketahui bahwa Jaksa yang memiliki kewenangan melakukan penuntutan. "Tapi faktanya tidak demikian. Ternyata ada lembaga lain yang bisa melakukan penuntutan di pengadilan yakni, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini juga bentuk overlap dari penegakkan hukum,” ucapnya.
Karena itu, Gayus mengusulkan kodifikasi terhadap berbagai aturan bagi penegak hukum atau suatu model omnibus law terkait tugas dan wewenang dari beberapa lembaga penegak hukum.
“Perlu disinkronkan aturannya sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga agar tidak terjadi kerancuan,” imbuh Gayus.
Menurutnya, setiap lembaga penegak hukum harus kembali pada tupoksi masing-masing, apalagi hal-hal yang menyangkut lex specialis menyangkut KUHAP tidak boleh diabaikan.
“Juga diperlukan pandangan yang sama tentang batas wewenang menangani perkara menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000, sebagaimana diatur pada Pasal 11 UU No.19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Demikian juga harus ada pemahaman bersama tentang restoratif justice, yang selama ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung dan Peraturan Kapolri,” tuturnya.
(Angkasa Yudhistira)