JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Dalam kasus ini, sudah ada tiga orang tersangka.
Pakar hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto menegaskan, kasus kepailitan dan tindak pidana korupsi merupakan dua hal yang berbeda. Kepailitan merupakan persoalan perdata yang berkaitan dengan hukum korporasi, sementara korupsi termasuk ranah hukum pidana. Meski, penanganan perkara keduanya bisa berjalan secara paralel.
"Dua hal ini adalah hal yang berbeda. Karena kalau pailit yang memang benar-benar pailit tidak ada unsur pidana banyak juga, memang unsurnya pailit. Tapi juga ada yang pailit disertai unsur tidak pidana, yang juga terjadi di Sritex,” ujar Aan, Minggu (1/6/2025).
“Ya tidak ada masalah (perdata dan pidana diusut bersamaan). Ini kan kasus pidananya saya mengikuti ya, mengikuti dalam proses pailitnya ini. Jadi, ini bisa menjadi salah satu modus, dengan adanya pailit itu kemudian mengakibatkan adanya unsur pidana di dalamnya,” katanya.
Ia menekankan pentingnya proses hukum terhadap dugaan korupsi segera dituntaskan. Jika tidak, akan menimbulkan dampak lebih besar, seperti kerugian bagi pekerja karena niat sengaja menjadikan perusahaan pailit serta kerugian negara akibat korupsi.
“Harus dimintai pertanggungjawaban. Dua-duanya (perdata maupun pidana) memang harus jalan,” imbuhnya.
Tiga orang yang ditetapkan tersangka dalam perkara ini yakni, Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Dicky Syahbandinata; Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020; Zainuddin Mappa dan Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005-2022 Iwan Setiawan Lukminto.
Menurut Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar penyidik tengah aliran pembayaran kredit oleh Iwan Setiawan Lukminto (ISL), apakah untuk perusahaan atau pribadi. “Nah itu yang sedang terus didalami, ke mana aliran penggunaan uang Rp692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara," kata Harli, Sabtu 24 Mei 2025.
Harli mengatakan, kalau dari penjelasan pemberian kredit ini harus digunakan untuk modal kerja. Namun, temuan di lapangan, digunakan untuk hal lainnya, termasuk pembayaran utang. Hal ini yang tengah didalami penyidik.
“Nah, ini sekarang yang sedang didalami oleh penyidik apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi. Tetapi sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan. dibenarkan. Kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan," tuturnya.
(Arief Setyadi )