Kematian ini sebagian besar disebabkan kurangnya akses ke layanan dialisis yang memadai dan penghancuran fasilitas kesehatan. Sebelumnya, Israel melakukan pemboman yang mengakibatkan 78 mesin dialisis hancur, sehingga menghambat perawatan bagi pasien yang membutuhkan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa enam dari tujuh pusat dialisis di Gaza telah hancur selama konflik.
Pasien yang biasanya memerlukan tiga sesi dialisis per minggu kini hanya menerima dua sesi dengan durasi yang lebih singkat, yang tidak cukup untuk membersihkan darah secara efektif. Kondisi ini meningkatkan risiko komplikasi serius dan kematian bagi pasien.
(Fahmi Firdaus )